Wirausaha: Lulus MIT, tapi Pilih “Jualan” Sepatu
Selasa, 25 Maret 2014
Baca juga:
- Senyum-ITB Ventura
Bersama Pak Ali Tanuwidjaja (paling kanan) di Showroom Pabrik PT Karyamitra, Pasuruan, Jatim |
Banyak pihak yang khawatir kalau Indonesia tidak akan mampu bersaing saat diberlakukannya Komunitas Ekonomi ASEAN (KEA) 2015. Tapi bagi Pak Ali Tanuwidjaja, Indonesia bukan hanya mampu, melainkan sanggup menjadi pemimpin pasar, khususnya di bidang alas kaki. Pak Ali tentu tidak main-main dengan ucapannya. Ia adalah pemilik PT Karyamitra Budisentosa, produsen sepatu kelas dunia, yang 97 persen produknya diekspor ke luar negeri.
Saya bertemu dengan Pak Ali di pabriknya yang terletak di wilayah Pasuruan, Jawa Timur. Di sana, saya diajak melihat proses pembuatan sepatu di pabriknya yang seluas 5 hektar. PT. Karyamitra khusus memproduksi sepatu perempuan. Bukan hanya sembarang sepatu perempuan, melainkan sepatu perempuan brand kelas dunia.
Pak Ali memproduksi sepatu perempuan, seperti Prada, Aigner, Rotteli, Geox, dan berbagai merek lainnya. Jadi, sepatu branded itu, yang dijual di butik-butik terkenal Eropa, diproduksi di Pasuruan. Wah mengagumkan.
Pasar ekspornya mencakup Singapura, Australia, Kanada, Prancis, Jerman, Italia, Belanda, Portugal, Spanyol, Swiss, AS, Inggris, Jepang, Rusia, Belgia, Hong Kong, dan Taiwan. Dalam setahun ia memproduksi sepatu sebanyak 2,5 juta pasang. Untuk pasar lokal, sejak 1996, Karyamitra mengeluarkan sejumlah merek, yaitu Rotelli, Gosh, dan Bellagio.
Tapi ada satu hal yang menarik dari Pak Ali. Latar belakang pendidikan dan pekerjaannya sangat tidak sejalan. Ali Tanuwidjaja adalah lulusan dari Massachusetts Institute of Technology (MIT), salah satu universitas top di Amerika Serikat, Jurusan Aerospace Engineering. Ia pernah bekerja di Boeing dan memiliki keahlian khusus di bidang helikopter. Katanya, dulu Pak Habibie pernah memanggilnya dan memintanya meneruskan cita-cita membuat pesawat di Indonesia.
Jalan hidup dan suratan nasib kadang tidak berjalan lurus. Pulang ke Indonesia, pada tahun 1991, Pak Ali justru memulai usaha membuat sepatu. Ia memulai usaha dari nol. Awalnya tidak tahu sama sekali seluk beluk membuat sepatu. Ia hanya punya satu cita-cita, bagaimana bisa memberikan nilai tambah terhadap bahan yang banyak tersedia di tanah air, dan bagaimana bisa menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat Indonesia.
Pak Ali kemudian memanggil pembuat-pembuat sepatu home industry dan belajar dari mereka. Dari situlah ia yakin bisa menjalankan bisnis sepatu. Dalam industri sepatu, Ali meyakini bahwa pemahaman akan hal detail sangatlah penting. Kalau orang memilih baju, beda 5 milimeter saja tidak jadi masalah. Tapi kalau sepatu, itu jadi masalah. Untuk itulah ia menjaga betul hal-hal detail dalam proses produksi sepatu. Mulai dari fittingnya, kecocokan bentuk kaki, harga, hingga selera pasar.
Kemampuan untuk memahami hal detail inilah yang menarik hati merek-merek sepatu internasional untuk membuat sepatunya di PT Karyamitra. Pak Ali kemudian mampu menembus pasar Eropa. Kita tentu mengetahui kalau kiblat mode sepatu perempuan adalah Eropa. Oleh karenanya, saat pak Ali mampu menembus pasar Eropa, order langsung datang bertubi-tubi.
Sejumlah strategi sudah dipikirkan Pak Ali dan timnya untuk menembus pasar global. Salah satu yang dilakukan adalah upaya mereka untuk memenuhi standar internasional ISO 9001 (Quality Management System). Perusahaannya juga harus mengikuti setiap peraturan yang diberlakukan di negara tujuan, seperti berbagai sertifikat uji standar internasional.
Apa yang membuat produksi sepatu dari Indonesia unggul? Menurut Pak Ali, kulit sapi Indonesia, sebagai bahan baku pembuat sepatu, adalah yang terbaik di dunia. Hal ini diakui oleh AS, China, dan Eropa. Oleh karenanya, para pengusaha sepatu dari Tiongkok selalu berupaya membeli pasokan kulit lokal dari Indonesia. Nah, hal inilah yang membuat pasokan kulit untuk pasar domestik berkurang. Beberapa pengusaha penyamakan kulit mengolah kulitnya sebentar, sehingga bisa mengekspor kulit tersebut ke luar negeri.
Karena itulah, menurutnya, Karyamitra berusaha mempertahankan hubungan baik dengan para pemasok bahan baku. Saat ini pasokan bahan baku kulit Karyamitra ada yang dari pemasok lokal, yakni PT Rajawali Tanjungsari (Jawa Timur), PT Sayung Adhimukti (Jawa Tengah), PT Budi Makmur (Yogyakarta), dan perusahaan dari Cianjur. Sementara sisanya masih ada yang diimpor untuk memenuhi kebutuhan produksi.
Kendala lain bagi industri sepatu di tanah air adalah kurangnya industri pendukung, seperti pembuat hak sepatu, sol sepatu, dan sebagainya. Karyamitra masih menghadapi kesulitan memperoleh SDM yang mengerti perkulitan. Untuk memperkuat riset dan pengembangan di perusahaannya, Pak Ali merekrut lulusan Akademi Teknik Kulit Yogyakarta. Namun jumlah mahasiswa akademi tersebut dalam 10 tahun terakhir ini semakin menurun prestasinya. Pak Ali pun merancang program beasiswa bagi mahasiswa ATK berprestasi yang dijamin dapat bekerja di perusahaannya.
Kini, PT Karyamitra telah memiliki karyawan lebih dari 5 ribu orang. Sebagian besar karyawannya adalah kaum perempuan. Nah, selain memperluas kesempatan kerja, juga mengangkat peranan ekonomi kaum perempuan. Saat saya tanya, apakah ia tidak menyesal keluar dari industri pesawat di luar negeri, yang tentunya menjanjikan uang dan kenyamanan hidup, Pak Ali berkata, ia tak pernah menyesal.
Katanya, “Hidup ini bagi saya yang terpenting adalah memberi manfaat bagi orang banyak. Di Pasuruan ini, saya bisa memberi pekerjaan pada ribuan orang. Kalau bekerja di luar negeri, manfaatnya hanya buat saya saja. Jadi saya memilih yang pertama”.
Bagi saya, pak Ali ini juga adalah seorang nasionalis. Upayanya memilih jalur sepatu khusus untuk ekspor, menunjukkan semangat nasionalismenya untuk memperkenalkan Indonesia ke dunia global melalui produk-produknya.
Semoga semakin banyak pengusaha yang memiliki idealisme dan semangat seperti Pak Ali Tanuwidjaja dan PT Karyamitranya. Pada gilirannya nanti, produk-produk Indonesia akan mampu menembus pasar global.
Salam
Salam
Sumber: Kompasiana.com
--------------
From: irmas tr
Sender: Senyum-ITB@yahoogroups.com
Date: Wed, 26 Mar 2014 10:18:38 +0800 (SGT)
Subject: [Senyum-ITB] Lulus MIT tapi jualan sepatu.
Tapi ada satu hal yang menarik dari Pak Ali. Latar belakang pendidikan dan pekerjaannya sangat tidak sejalan. Ali Tanuwidjaja adalah lulusan dari Massachusetts Institute of Technology (MIT), salah satu universitas top di Amerika Serikat, Jurusan Aerospace Engineering. Ia pernah bekerja di Boeing dan memiliki keahlian khusus di bidang helikopter. Katanya, dulu Pak Habibie pernah memanggilnya dan memintanya meneruskan cita-cita membuat pesawat di Indonesia..
Uploaded on Dec 19, 2010
MIT tour of impressive buildings and 168 acre campus spanning over a mile along the Charles River in Cambridge, MA
4 comments:
From: suhardi sjamsuddin
Sender: Senyum-ITB@yahoogroups.com
Date: Tue, 25 Mar 2014 21:17:28 -0700 (PDT)
Subject: Re: [Senyum-ITB] Wirausaha: Lulus MIT, tapi Pilih "Jualan" Sepatu
Kalau usahanya industri sepatu, memangnya kenapa? memangnya "jualan", sepatu gak boleh yang lulusan MIT?. Kalau pangsa pasar yang dipegang Jawa Timur, atau Indonesia Timur kan lumayan . . . apalagi sudah export . . . . memangnya kenapa?
Teruss maju . . . manssstap
Salam
SS
Artinya Pak Ali menunjukkan bahwa tidak sulit mempelajari industri sepatu dg bekal sekolah teknologi seperti kita.
Kita juga punya banyak contoh pengusaha sepatu di Cibaduyut.
Mantaapppp.
Yuk tingkatkan semangat wirausaha!!!
Salam kompax
Erik
============
B. Antariksa (Erik)
Director / EL86
- 99Bali International, http://99Bali.com
- Petualangan Erik, http://Petualangan-Erik.blogspot.com
============
From: irmas tr
Dulu kaya nya yang terkenal sepatu Cibaduyut..kenapa sekarang justru
sepatu made in Pasuruan yang brandednya diexport ke LN ?
Sayang di ITB kaya nya nda ada mata kuliah pertukangan bikin sepatu :))
Yang inspiratif dari orang2 seperti Pak Ali adalah masih bisa down to earth,
meskipun secara pribadi ibaratnya sudah bisa terbang menyentuh langit (MIT).
Salute.
From: "B. Antariksa (Erik), 99Bali International, www.99Bali.com"
Ada Alumni ITB'88 yg punya kisah hampir serupa.
Dia melanjutkan sekolah penerbangan ke Bristol, Inggris. Lalu balik ke Indonesia dan berkarya di Dirgantara Indonesia.
Ketika krisis moneter th 1998 dia mengajukan pensiun dini dan membuka perusahaan furniture di Bali.
Saya puas sekali ketika kami punya proyek interior untuk proyek hotel kami.
Dg bekal ilmu penerbangan, furniture yg dibuat sangat presisi.
Saya hanya tinggal mendesain saja dan urusan kekuatan struktur furniture dia dan team yg menyelesaikan.
Salam kompax
Erik
-----
MIT tour of impressive buildings and 168 acre campus spanning over a mile along the Charles River in Cambridge, MA
Video tour ke kampus MIT di
http://senyum-itb.blogspot.com/2014/03/wirausaha-lulus-mit-tapi-pilih-jualan.html
Posting Komentar