Dongeng mana yang cocok?
Selasa, 31 Mei 2011
Moko Darjatmoko <dmoko@mac.com>
Dongeng mana yang cocok?Wah, jawabannya tidak mudah, pertama "it is an art" dan kedua, karena sebagai individu si anak itu unik, tidak dua anak yang punya selera persis sama. Karena itulah di masyarakat modern mereka mendirikan apa yang disebut "library" -- satu tempat yang isinya ratusan-ribu bahkan jutaan buku, untuk mengakomodasi selera dan kebutuhan yang bermacam-macam itu.**Karena keunikan selera itu, orang tua harus terus melakukan trial and error, sampai ketemu cerita yang paling disukai, sampai ketemu cerita atau buku yang "turns the kid on." Karena saya sering "salah tembak" -- apa yang saya anggap bagus/menarik kadang sama sekali tidak menarik, dan sebaliknya. Ini pengalaman nyata di Cijengkol. Solusinya? aku bawa beberapa (puluh) buku, dan coba satu-per-satu, mana yang cocok bagi mereka (dari kacamata anak-anak Cijengkol). Well, sembari mengajar kita memang harus juga belajar -- that's the law of the universe.Kurasa tidak terlalu penting buku apa, dan list-nya terlalu panjang (there are millions of them out there). Kita harus punya keberanian untuk mencoba dan memilihnya sendiri. Tentu saja itu berarti kita harus membacanya lebih dulu (a great handicap for those who do not read :-). Braistorming dengan sesama orangtua juga sangat membantu. Ngarang cerita sendiri lebih baik lagi (say, inspired by reading, personal experience, or other's stories), karena itu lebih intimate, original dan sesuai dengan "pesan moral' yang kita inginkan.___footnote___** Karena sadar bahwa bangsa ini tidak punya library (yang memadai), beberapa tahun belakangan ini aku mencoba membuat semacam digital library (untuk anak-anak) yang terdiri dari buku-buku yang "specially selected" (personally, by yours truly :-). Sebagian besar adalah berbahasa Inggris (karena tujuan tertentu), dari jaman keemasan picture book di literature barat (sekitar pertengahan abad ke 19 sampai awal abad ke 20); plus beberapa contoh yang bagus-bagus dari berbagai negara di dunia; plus koleksi "award winning picture books" dari Persia selama 3 dekade terakhir .. total sekitar 2000-an buku. Ini masih harus digarap satu-per-satu, dipilih mana yang paling cocok untuk kultur kita (cultural adjustment).Sementara itu aku juga sudah memulai menggarap buku-buku untuk kelompok umur remaja (young adult) yang terutama dari corpus (body of works) pengarang klasik (yang coyrightnya sudah expired), seperti Agatha Christie, Athur Conan Doyle, C. S. Lewis, Charles Dickens, L. Frank Baum, Lewis Carroll, Mark Twain, Rudyard Kipling, Grimm Brothers, H. C. Andersen, H. G. Wells, Horatio Alger. Disamping itu ada yang masih ber-copywright tetapi perlu mulai dipikirkan, seperti karya sci-fi grandmasters Arthur C. Clarke, Isaac Asimov, Robert Heinlein; atau yang masih "muda-muda" seperti Roald Dahl, Enid Blyton, John Grisham, Neil Gaiman, Stephen King, etc ... (my goal at least 1000 books)Well, ini memang kerjaan kolosal, tetapi kurasa aku bisa menyelesaikannya, sendirian, "in my life time" (if I'm lucky). Tentu saja kalau ada yang bantu-bantu, kerjaannya akan jadi lebih enteng. Syaratnya cuma satu .. you have a great love for books and reading.Moko/There is an old Native-Americn saying: "If the chief doesn't go to the mountain, we bring the mountain to the chief." .... I just replace the word "mountain" with "library" and the "chief" would be all the kids in this country!++++At 5/31/11, Teguh Prakoso wrote:Mas Moko,
kalau boleh tahu, apa saja dongeng (dan buku dongeng) yang tepat untuk storytelling itu?
Mohon list-nya ya Mas... siapa tahu saya bisa search & dapatkan di library.nu :)2011/5/31 Moko Darjatmoko <dmoko@mac.com>Dear Larasati,"We need to talk!"That's my standard greeting -- yang kuucapkan kalau ketemu orang yang kelihatannya bicara dalam frekwensi yang sama (I got a keen instinct about that). Sudah lama aku ingin ketemu tetapi belum kesampaian -- saat ini posisiku di Bandung, jarang pergi kemana-mana (hemat energi) kecuali ada hal penting yang perlu dihadiri. Bagaimana kalau Sabtu ini ketemu di ITB? Aku diundang Yani P dan akan hadir di acara "Sarasehan ITB 2020 & beyond" (4 Juni 2011 di Aula Barat, jam 9 - 17). Kalau tidak bisa dalam event tersebut kita bisa lakukan di waktu yang lain. Let me know.Ya, aku sangat sependapat dengan teori "golden age" ini. Aku punya kesempatan memperhatikan, mengamati dan mengalami sendiri fenomena yang menarik ini selama 30 tahun di Madison, Wisconsin. Pula, selama 16 tahun terakhir di Madison aku "ngoprek" ilmu tentang child development, lengkap dengan segala macam ilmu pendukungnya (lingusitics, sp. early language acquisiton, neuroscience, psychology, anthropology, dan cognitive science yang memayungi semuanya itu).Kebetulan waktu memulai riset itu aku juga sudah "settled" untuk tidak kembali, jadi riset tersebut bisa kulakukan secacra intense (16-18 jam/hari) tanpa gangguan pikiran "kejar setoran." Dan akhirnya aku menyimpulkan bahwa sebetulnya dengan jurus "sekali merengkuh dayung dua-tiga pulau terlampau" -- dengan pemilihan story/dongeng yang tepat kebiasaan dan cinta membaca bisa dipupuk sekaligus bisa ditanamkan karakter yang baik. Begitu pula ketrampilan bahasa asing ("pulau" ketiga) bisa sekaligus ditanamkan bersama-sama bahasa ibunya (native tounge). Dalam kancah dunia nanti (bahkan sudah terjadi saat ini), penguasaan bahasa Inggris sebagai bahasa internasional akan merupakan perbedaan yang menentukan nasib individu (dapat kerja atau tidak) dan secara kolektip bangsa akan punya dampak yang besar (apakah bangsa ini masuk itungan atau tidak).Apa boleh buat, selama 16 tahun itu riset ini berevolusi dan mengerucut kepada problem pendidikan di Indonesia (dalam arti yang sangat luas) , yang mendorong aku kembali (dan sementara belum memastikan kemana, aku kembali ke kamar yang sama yang kupakai waktu kuliah di ITB lebih dari 40 tahun yang lalu :-)Regards,Moko/
0 comments:
Posting Komentar