Petrosea
Selasa, 26 Mei 2015
(Ditulis Agustus 2012)
BUMI (Bumi Resources) gonjang ganjing lagi? Peduli amat! Untuk pekan ini penulis lebih memperhatikan Petrosea (PTRO), yang menjadi menarik untuk diperhatikan pasca penurunannya yang sangat tajam akhir-akhir ini, justru setelah dia di-stocksplit dengan rasio 1 : 10 pada Maret lalu. Ketika artikel ini ditulis, PTRO kembali tertekan 3.49% ke posisi 2,075, sehingga jika dihitung sejak enam bulan terakhir, PTRO sudah terkoreksi lebih dari setengahnya, yakni 52.02%. Secara fundamental, penurunan PTRO sulit dijelaskan mengingat kinerjanya pada First Half 2012 (1H12) kemarin cukup bagus dengan mencatat laba bersih US$ 21 juta, naik 8.6% dibanding 1H11, dan itu mencerminkan ROE 26.2%. So, what happen?
PTRO dulunya merupakan perusahaan kontraktor tambang migas yang berdiri pada tahun 1972, dan listing di BEI sejak tahun 1990. Pada tahun 2009, Grup Indika melalui Indika Energy (INDY) mengakuisisi PTRO, dan PTRO secara resmi menjadi salah satu anak perusahaan INDY. PTRO kemudian dialih fungsikan menjadi kontraktor tambang dan penyedia jasa engineering bagi tiga perusahaan tambang batubara yang dimiliki oleh INDY, yakni PT Kideco Jaya Agung, PT Santan Batubara, dan PT Mitra Energi Agung, namun dengan tetap menerima orderan dari perusahaan tambang batubara lainnya (yang tidak dimiliki oleh INDY). Pada 1H12, PTRO mencatat pendapatan US$ 174 juta, dimana US$ 65 juta diantaranya berasal dari Kideco, Santan, dan Mitra Energi, dan selebihnya dari pihak ketiga.
Terkait kepemilikan INDY atas Santan, INDY memegang 50% saham Santan melalui PTRO, sehingga Santan adalah juga merupakan unit usaha dari PTRO. Pemilik lain dari Santan adalah Harum Energy (HRUM), yang juga memegang 50% sahamnya.
Kembali ke Petrosea. Terkait penurunan sahamnya belakangan ini, ceritanya ternyata lumayan panjang. Jadi ketika proses akuisisi INDY terhadap PTRO selesai sepenuhnya pada Agustus 2009, total jumlah saham yang diambil alih (termasuk yang melalui proses tender offer) terbilang sangat besar, yakni 98.55% atau nyaris 100%. Mengingat bahwa PTRO adalah perusahaan terbuka yang terdaftar di bursa, maka BEI memerintahkan INDY untuk refloat alias menjual saham PTRO ke publik, minimal sebanyak 16.6% dari total modal disetor PTRO. Dan INDY melakukan refloat tersebut secara bertahap, hingga akhirnya pada tanggal 24 Februari 2012, INDY selesai me-refloat saham PTRO dengan melepas total 28.75% saham PTRO ke publik, sehingga kini INDY hanya memegang 69.8% saham PTRO. Secara keseluruhan, INDY telah melepas total hampir 29 juta lembar saham PTRO (tepatnya 28,997,000 lembar saham, ini adalah jumlah saham sebelum stocksplit), termasuk saham opsi sebanyak 3.8 juta lembar yang dibeli oleh dua fund asing, yakni Citigroup dan Macquaire Capital.
Hebatnya, berdasarkan keterbukaan informasinya di Bursa Singapura, INDY bisa meraupgross cash US$ 116 juta dari proses refloat saham PTRO tersebut, yang setelah dipotong fee broker, bersihnya sekitar US$ 113.6 juta. Yap, INDY meraup US$ 113.6 juta untuk melepas 28.75% saham PTRO. Padahal ketika INDY mengakuisisi saham PTRO, biaya yang dikeluarkan cuma US$ 83.8 juta untuk memperoleh 81.95% saham PTRO. So, kira-kira INDY cuan berapa dari trading saham PTRO ini? Silahkan anda hitung sendiri. Yang jelas, hal ini menunjukkan bahwa INDY adalah bandar ulung yang mampu meraup ‘bonus tambahan’ dari kegiatan investasinya, dalam hal ini akuisisinya terhadap PTRO.
Anyway, karena terdapat sekian juta lembar saham PTRO yang dibuang ke publik, maka penurunan saham PTRO belakangan ini menjadi bisa dijelaskan. Termasuk, aksi stocksplit kemarin juga kemungkinan salah satunya bertujuan untuk memancing para trader dan investor untuk membeli saham PTRO ini, namun itu tetap tidak mencegahnya untuk terus terkoreksi, hingga akhirnya valuasinya mulai menjadi tampak murah (PER PTRO cuma 5.6 kali pada harga 2,075).
Mungkin anda bertanya, apakah hal yang sama (refloating saham) juga terjadi, atau akan terjadi pada anak usaha INDY lainnya yang juga terdaftar di bursa, yakni PT Mitrabahtera Segara Sejati (MBSS)? Penulis belum mengeceknya, namun kemungkinan sih nggak ya, soalnya INDY saat ini memegang 51% saham MBSS, yang jika dikurangi lagi maka itu bisa menyebabkan INDY tidak lagi menjadi pemegang mayoritas MBSS. Sementara kepemilikan publik atas saham MBSS juga sudah cukup besar, yakni 23.9%, sehingga INDY tidak memiliki kewajiban untuk me-refloat saham MBSS ke publik.
Kembali lagi ke Petrosea. Sekarang, bagaimana prospeknya? Agar sistematis, penulis akan menjelaskan hal-hal yang sebaiknya perlu anda ketahui terkait PTRO ini secara poin per poin. Okay, here we go.
1. Secara keseluruhan, PTRO memiliki tiga unit usaha, yakni 1. Kontraktor pertambangan batubara, 2. Jasa logistik pelabuhan, engineering, dan pengolahan air bersih, dan 3. Jasa engineering dan konstruksi untuk tambang minyak dan gas. Pada 1H12, unit usaha kontraktor tambang batubara menyumbang 92.4% dari total pendapatan perusahaan, alias sangat dominan, sehingga praktis PTRO tidak memiliki banyak cerita untuk unit usaha diluar kontraktor tambang batubara.
2. PTRO memiliki penempatan investasi pada dua perusahaan, yakni 50% saham Santan Batubara (seperti yang sudah dibahas diatas), dan 47% saham PT Tirta Kencana Cahaya Mandiri, sebuah perusahaan air minum. Pada 1H12, PTRO memperoleh bagian laba bersih sebesar total US$ 3.6 juta dari kedua perusahaan tersebut.
3. Terkait pertumbuhan perusahaan, pada akhir tahun 2011 lalu PTRO memiliki (atau menyewa) total 29 fleet (armada) alat-alat berat untuk operasional tambang batubara. Angka tersebut tumbuh sekitar 50% dibanding jumlah fleet pada akhir tahun 2010, yakni 19 fleet (catatan: satu fleet alat-alat berat terdiri dari satu unit excavator, lima hingga delapan unit dam truk, dan beberapa alat berat pembantu lainnya). Dari sisi volume overburden, sepanjang tahun 2011, PTRO telah memindahkan overburden sebanyak 116 juta BCM, tumbuh 43% dibanding tahun 2010. Untuk tahun 2012 ini, perusahaan berencana menambah sekitar 10 - 15 fleet alat-alat berat, dan mentargetkan kenaikan volume overburden sebesar 40 - 50% dibanding tahun 2011.
Btw sekedar catatan, salah satu perbedaan mendasar antara perusahaan tambang batubara dengan perusahaan kontraktor tambang batubara adalah dilihat dari indikator pertumbuhannya. Pertumbuhan perusahaan tambang batubara bisa dilihat dari kenaikan jumlah batubara yang diproduksi. Sementara pertumbuhan perusahaan kontraktor tambang batubara bisa dilihat dari kenaikan volume overburden, yaitu lapisan tanah yang digali agar batubara yang terletak dibawahnya bisa diambil. Jika jumlah batubara biasa dihitung menggunakan satuan ton, maka volume overburden dihitung menggunakan satuan bank cubic meter (BCM). Kalau pake data dari salah satu perusahaan batubara terbesar di Indonesia, yaitu Kaltim Prima Coal, maka kontraktor tambang harus menggali rata-rata 9 BCM overburden untuk memperoleh 1 ton batubara.
4. Terkait kontrak yang diperoleh perusahaan, sepanjang enam bulan pertama 2012, PTRO telah menandatangani setidaknya dua kontrak anyar senilai masing-masing US$ 188 dan 471 juta, dengan Santan Batubara dan PT Gunung Bayan Pratama Coal, dimana keduanya merupakan pelanggan lama perusahaan (dan Santan sendiri memang separuhnya dimiliki oleh PTRO). Kalau dilihat dari sini, maka target kenaikan volume overburden sebesar 40 - 50% yang dicanangkan PTRO terbilang realistis. Hingga First Half 2012, PTRO sendiri sudah mencatatkan kenaikan pendapatan sebesar 55.2%.
5. Sayangnya meski pendapatan perusahaan naik signifikan, namun laba bersih PTRO hanya naik 8.7%, dan laba operasionalnya juga hanya naik 11.2%, sehingga jelas bahwa masalahnya terletak di beban operasional. Dan memang, beban operasional PTRO meningkat tajam dari US$ 4.6 menjadi 19.1 juta, yang terutama disebabkan oleh penurunan bagian laba bersih dari perusahaan asosiasi (Santan dan Tirta), kenaikan beban bunga, dan kenaikan kerugian akibat pelepasan aset. Kalau dilihat dari sisi ini, maka sepertinya Grup Indika sebagai pemilik PTRO tidak begitu peduli soal apakah laba PTRO akan naik atau turun, karena yang lebih penting adalah peningkatan laba bersih dari INDY, yang merupakan induk dari seluruh unit usaha Grup Indika di bidang tambang.
6. Salah satu penyebab kenaikan beban operasional PTRO adalah karena kenaikan beban bunga, yang disebabkan oleh pinjaman jangka panjang sebesar US$ 85 juta dari pihak berelasi, dalam hal ini Indika Capital Resources (ICR) yang merupakan anak usaha lainnya dari INDY. Ini adalah bentuk cost transfer dari INDY kepada PTRO, mengingat bahwa ICR menggunakan bunga yang dibayarkan oleh PTRO untuk menjamin/membayar bunga obligasi yang diterbitkan oleh INDY. Simpelnya, PTRO harus membayar beban bunga yang ditanggung induknya tersebut. Pada 1H12, INDY mencatat nilai utang dari tiga kali penerbitan obligasi sebesar total US$ 495 juta.
7. PTRO membayar bunga sebesar 9.85% per tahun kepada ICR, dan jumlah pinjaman yang diberikan ICR kepada kepada PTRO akan dinaikkan pada tahun-tahun mendatang hingga mencapai US$ 140 juta. Artinya? Bunga yang harus dibayarkan oleh PTRO kepada ICR akan meningkat kembali. Pada 1H12, PTRO membayar beban bunga US$ 6 juta. Dan jika beban bunga yang harus dibayar PTRO ini terus naik hingga mencapai angka yang substansial, katakanlah US$ 10 - 20 juta, maka itu berpotensi menurunkan laba bersih PTRO, mengingat laba bersih PTRO sendiri hanya US$ 21 juta.
8. DER PTRO tercatat 2.0 kali, dan ini memang tidak begitu bagus, sehingga meski ROE PTRO mencapai 26.2%, namun ROA-nya cuma 8.8%. Akan tetapi perlu diingat bahwa utang PTRO seharusnya jauh lebih kecil jika tidak ada utang dari ICR. Diluar utang dari ICR, sebagian besar utang PTRO adalah utang usaha dan utang sewa alat-alat berat, yang tidak mengandung bunga sehingga tidak berpengaruh negatif pada laba bersih perusahaan. Jadi dalam hal ini, penulis tetap menganggap bahwa PTRO merupakan perusahaan kontraktor tambang yang cukup profitable.
9. Penurunan harga batubara belakangan ini tidak atau belum berpengaruh terhadap kinerja PTRO sebagai perusahaan kontraktor tambang batubara, setidaknya jika dilihat dari sisi pendapatan yang masih mampu naik signifikan. Namun bagian laba bersih PTRO dari PT Santan Batubara memang berkurang sekitar 50%, dan ini sedikit banyak turut berpengaruh terhadap perolehan laba bersih PTRO.
10. Dari sisi ukuran, PTRO bukanlah perusahaan kontraktor tambang besar. Empat besar perusahaan kontraktor tambang di Indonesia adalah Pamapersada (anak usaha United Tractors/UNTR), Bukit Makmur (anak usaha Delta Dunia Makmur/DOID), Thiess, dan Darma Henwa (DEWA). Namun posisi PTRO sebagai anak usaha dari INDY terbilang menguntungkan bagi perusahaan, mengingat bahwa INDY merupakan one of the largestintegrated mining service company in Indonesia.
11. Dari sisi kualitas kinerja dan valuasi, saham PTRO pada harganya saat ini adalah yang paling menarik dibanding UNTR, DOID, dan DEWA. Tapi dari sisi manajemen, UNTR masih merupakan yang terbaik (Astra punya bro!). Namun jika dibanding Northstar (pemilik DOID) atau Bakrie (pemilik DEWA), maka cara kerjanya Grup Indika sebagai pemilik PTRO masih lebih fair terhadap investor retail.
Kesimpulannya, PTRO boleh disebut sebagai perusahaan kontraktor tambang batubara yang konservatif dari sisi operasional, namun agak complicated dari sisi finansial, yang terutama karena dikerjai oleh induknya sendiri, INDY. Tidak hanya dari sisi kinerja keuangan, INDY bahkan juga meraup keuntungan dari transaksi jual beli saham PTRO, seperti yang sudah kita bahas diatas. Tapi untungnya financial engineering-nya Grup Indika tidak separah grup usaha lainnya yang sudah disebut diatas. Dan kendali INDY atas PTRO otomatis secara membuatnya menjadi perusahaan yang memiliki akses lebih kepada banyak perusahaan tambang batubara, sehingga PTRO seharusnya tidak kesulitan dalam memperoleh klien ataupun kontrak baru untuk terus meningkatkan pendapatan. Tapi sekali lagi seperti yang sudah dibahas diatas, kenaikan pendapatan bagi PTRO tidak selalu berarti kenaikan laba bersih. Disisi lain, saham PTRO pada saat ini merupakan yang paling menarik dibanding semua saham perusahaan kontraktor tambang batubara lainnya di bursa, baik dilihat dari sisi kinerja perusahaan maupun valuasi sahamnya.
So, bagaimana rekomendasi atas sahamnya? Ya kalau menurut penulis sih, coba tunggu sampai PTRO ketemu rebound-nya lah. Mengingat bahwa belakangan ini harga minyak mulai naik lagi, dan biasanya harga batubara juga akan menyusul, maka itu akan menjadi sentimen positif bagi PTRO. Tapi bagi penulis sendiri yang kurang sreg dengan gaya pengelolaan perusahaan dari Grup Indika, maka PTRO ini nggak cocok buat dikoleksi kalau tujuannya untuk investasi long term.
PT Petrosea Tbk (PTRO)
Rating kinerja pada 1H12: A
Rating saham pada 2,075: A
Sumber: Indonesia Value Investing
0 comments:
Posting Komentar