Ilmu Marketing Larang Melarang
Jumat, 21 September 2012
Larang Melarang
Akhir-akhir ini ramai soal larangan penyanyi Lady Gaga untuk konser di Indonesia. Berita soal polemik penyanyi nyentrik yang dipicu pelarangan dari sejumlah ormas ini masih terus hangat jadi buah bibir. Topik ini pun menjadi pembicaraan mulai dari warung kopi sampai istana. Dari rakyat jelata sampai pemerintah membicarakan pelantun “Bad Romance” ini.
Di sini saya tidak hendak membahas polemik konser Lady Gaga itu sendiri. Apalagi sampai masuk ke perdebatan soal moral, hukum, ajaran agama, dan sebagainya. Soal itu, sudah banyak yang nulis. Anda bisa baca atau tonton saja di media. Di sini saya hanya ingin membahas soal “larang melarang”nya saja.
Saya ingin mengingatkan bahwa melarang Lady Gaga itu tidak tepat. Bukan berarti saya pro Lady Gaga dan segala polahnya. Tapi ini terkait dengan “Larangan” itu sendiri. Jadi yang akan dibedah adalah tindakan melarangnya bukan alasan melarangnya.
Front Pembela Islam (FPI) dan yang sependapat mungkin mengira dengan melarang Gaga, maka artis yang dinilai mereka menyembah setan dan seronok ini tidak akan ditonton orang. Ini jelas salah. Apa yang dilakukan, yang kemudian menjadi polemik, ini justru menguntungkan Gaga. Mengapa? Karena secara tidak langsung FPI dan kawan-kawan mempromosikan Gaga, sadar atau tidak.
Ini karena larangan yang mereka keluarkan justru membuat orang yang semula tidak tahu, dan tidak tertarik dengan Lady Gaga menjadi penasaran dan mencari tahu. Karena dilarang-larang, orang jadi penasaran lalu mencari-cari seperti apa Lady Gaga itu. Akhirnya malah jadi nonton videonya dan dengar lagunya. Malah mungkin kalau tidak dilarang-larang, mereka tidak tertarik.
Dalam prakteknya, larang melarang ini kerap menjadi boomerang bagi pihak pelarang. Larangan terbukti justru menjadi promosi tidak langsung. Sudah banyak contoh hal yang dilarang, justru menjadi hal yang paling dicari dan semakin tinggi peminatnya.
Salah satu contonya adalah buku. Misalnya saja buku Pramoedia Ananta Toer. Tak bisa dipungkiri, sebab mengapa buku ini diminati, selain bagus juga karena buku ini dilarang. Banyak orang yang tidak tertarik sastra justru menjadi ingin membaca buku Pram karena buku itu dilarang. Banyak juga buku, yang tidak menarik, namun karena dilarang, ditolak, lalu jadi polemik, malah jadi terkenal dan laris karena dicari-cari orang.
Tak hanya buku, tapi music, film, dan lain sebagainya, jika dilarang maka akan makin dicari orang. Banyak contoh dan buktinya yang terlalu banyak untuk diurai satu persatu. Bahkan konon ada pihak-pihak tertentu yang sengaja menseting agar karyanya atau karya yang diproduksinya dilarang dan jadi polemik. Seting larangan, sekarang juga sudah jadi strategi marketing baru. Ini tentu saja terinspirasi dengan hal-hal yang saya uraikan diatas. Jadi jangan heran jika sekarang orang makin senang kalo karyanya dilarang, karena biasanya akan makin laris dicari orang.
Mengapa demikian? Ini karena manusia itu pada dasarnya tidak bisa dilarang. Bagi kita yang percaya Adam sebagai manusia pertama tentu ingat kisah Adam melanggar larangan Tuhan untuk tidak makan buah terlarang. Bayangkan, larangan yang jelas-jelas dari Tuhan saja dilanggar oleh moyang manusia. Ini karena Adam dan Hawa penasaran dengan buah itu. Penasaran mengapa hanya buah itu yang dilarang.
Bagi anda yang tidak percaya kisah Adam, banyak penelitian dan bukti bahwa larangan itu tidak efektif. Lihat saja video yang saya sertakan di tulisan ini. Di sana terlihat sebuah kotak besar dengan lupang dan tulisan dengan tulisan “dilarang melihat ke dalam lubang” di tempatkan di tempat umum. Apa yang terjadi? Orang justru cenderung melanggar larangan itu.
Karenanya sebaiknya pikir-pikir dulu sebelum larang melarang. Sebab larangan bisa jadi malah menjadi promosi gratis dan efektif pihak yang dilarang, disadari atau tidak. Kalau sudah begini larang melarang justru jadi boomerang.
Sumber: duniadian.com
2 comments:
From: Lukman Aroean
Halo rekan-2,
sekedar nimbrung .... menarik memang konsep Marketing Larang-melarang hehehe .. atau kalau boleh saya istilahkan "Ban-based Marketing".
Marketing itu dasarnya komunikasi dan secara empiris punya elemen seni/art dan hati nurani.
Barangkali kita secara praktis terbiasa kalau marketing itu mulainya dari 4P model (atau 7P utk jasa), yg memang tidak menspesifikasi/mendimensikan aspek seni dan hati nurani ini secara khusus. Kalau ada hal-hal yg menyebabkan topik/subjek marketingnya "standing out of the crowd" misalnya menyentuh nilai sensitif seni dan hati nurani, ya marketing dan jualannya bisa sukses besar di luar dugaan.
Utk hal-hal sosial seperti non-profit/charity/keadilan sosial dstnya, berkembang aliran akademik yang disebut Cause-related Marketing. Kalau menekankan corporate social responsibility perusahaan, ada yang disebut Societal Marketing. Ada juga Political Marketing dan ini ranah para marketers berkiprah di dunia politik dan layanan publik. Mennggunakan social network, ada yg disebut Social Media Marketing.
Riset saya saat ini tentang marketing adalah Playful Marketing hehehe... Marketing berdasarkan konsep bermain.
Kesimpulannya: marketing itu ada di mana-mana, termasuk admin kita yg aktif, juga melakukan "marketing" mailist ini
Salam,
Lukman, akademisi dlm marketing
From: "Bandono Salim"
Makasih, baca senyum, jadi nambah ilmu perekonomian,
Makasih.
Posting Komentar