powered by Google

Test Kecakapan?

Sabtu, 24 Desember 2011

Test Kecakapan?

Menarik sekali mengamati jagad tinju dunia sampai tahun 2000 an, di mana Mike Tyson menjadi salah satu ikon kelas berat saat itu. Salah satu keistimewaan dia adalah pukulan mautnya yang sanggup meng-KO Michael Spinks pada detik ke 92. Belum genap satu ronde berlangsung. Namun kejadian sebaliknya yang terjadi kemudian, Mike Tyson ini dikalahkan oleh James Douglas dengan KO dan di KO dan TKO oleh Evander Hollifield, dengan tragedi Tyson menggigit kuping Holifield dan meludahkannya ke lantai arena tinju.

Hal ini menarik pengamat untuk menyatakan hypothesisnya bahwa dalam dunia tinju, seseorang yang memiliki pukulan mematikan biasanya tidak tahan pukul. Biasanya petinu model fighter semacam ini akan mengejar target waktu pertandingan sependek mungkin, memukul sekuat-kuatnya, untuk menghindari pukulan balik lawan. Tidak ada seni dalam melakukan tinju, rope a dope atau fly like a waterfly and hit like a bee. Tokoh tinju semacam ini selain Mike Tyson, ada George Foreman, Thomas Hearns, dan Marvin Hagler. Sedangkan yang bergaya sebaliknya adalah yang memiliki seni bertinju tinggi semacam Mohammad Ali, Sugar Ray Leonard, dan sebagainya.

Ada persamaan antara tinju dengan pemerintahan. Model fighter ini bisa dianalogikan dengan para penguasa diktator: gilas secepatnya. Seperti tirani di dunia yang kita kenal Suharto, Mussolini, Hittler. Pemimpin semacam ini biasanya akan cepat mekar popularitasnya dan hanya dikenang oleh orang-orang sekitarnya yang diuntungkan dalam tempo selama pemimpin itu bercokol. Pemimpin dunia yang lebih menggema di hati insan manusia, walaupun tidak secara formal berada di pemerintahan misalnya Mahatma Gandhi, Bunda Theresia memiliki hal yang berbeda dengan sang diktator.

Dalam lingkup yang lebih kecil, saat ini kita sedang mengikuti krisis kepemimpinan di UI dengan perdebatan saling meniadakan antara Rektor UI dan Majelis Wali Amanah yang masing-masing berpegang pada keyakinannya. Agaknya perlu sebuah instrumen andal, sebelum menetapkan pimpinan sebuah organisasi tentang kapasitas seseorang terhadap organisasi yang akan dipimpinnya: skala negara, propinsi, atau organisasi, dan sebagainya, agar didapatkan sosok yang pas dengan kualifikasi yang dipersyaratkan. Selama ini ada test psikologi yang di Indonesia diterjemahkan oleh lembaga psikologi UI yang dilakukan untuk mengetest hal seperti ini, tetapi akurasi dan hasilnya tidak pernah disosialisasikan, setidaknya kepada para peserta pengikutnya. Biasanya selain test tertulis, ada focus group discussion, presentasi dan interview untuk keperluan hal tersebut, namun bobot masing-masing dan ketajaman analisis dari masing-masing alatnya tersebut masih menjadi perdebatan, setidaknya pertanyaan bagi sebagian besar orang. Mungkin perlu dihasilkan penelitian perancangan instrumen yang sangat akurat untuk mengecek hal seperti ini, sebuah metode yang diturunkan di lingkungan Indonesia, sehingga tidak menimbulkan banyak kesengsaraan karena proses salah pilih. Hidup ini sudah susah, dan ternyata ada yang berbahagia melihat kesusahan orang lain. Barangkali ini level ke 6 Hirarchy Maslow?

Dengan begitu dapat dibuka kualifikasi seseorang dan kita terhindar dari politik pencitraan diri dan debat tak berkesudahan antara kekaguman terhadap seseorang dan riil pencapaian yang dilakukan. Indonesia sudah berumur 63 tahun, satu generasi, sudah saatnya kita letakkan model-model social, termasuk dalam pembinaan olah raga, misalnya, yang berdasarkan analisis scientifik, agar tidak terlalu banyak sumber, mubazir karenanya.

Dermawan Wibisono

1 comments:

IA-ITB 24 Desember 2011 pukul 22.22  

Re: [Senyum-ITB] Test Kecakapan


Wow, setuju sekali

Tapi, mestinya yg banyak berperan adalah mereka yg punya kompetensi dalam bidang psikologi, social engineering dan sejenisnya, dan bukan orang teknik.

Ada perbedaan mendasar, sejauh yg saya tahu dan mohon maaf jika salah krn sdh ada kritik terhadap hipotasi ini, antara "hard science" dan "soft science"

Kalo orang teknik, "deal with things". Kapanpun dan di manapun, asal kondisinya sama, maka dapat diduplikasi, dapat diulang. Contoh mudah (trivial): merebus air jika tekanan udara = tek atm, maka akan mendidih 100•C. Jadi, hri ini, besok, lusa, tahun depan, sepertinya tidak berubah.

Kalo orang sosial, "deal with people". Manusia itu sangat dinamis. Hari ini setuju, 1 jam kemudian, bisa saja menjadi tidak setuju. Dan itu berarti bahwa solusi tawuran di Jakarta, tidak dapat diterapkan untuk keributan yg terjadi di Papua. Utk solusi tawuran kemarin di suatu tempat, akan berbeda dg solusi hari ini.

Nah, utk itu, kita berikan peran yg besar kpd social engineers (tentu saja yang jelas track recordnya) utk mmperbaiki bangsaku.

Maafkan jika tidak berkenan.
Menurut anda?



Salam,
Sugi/fi75

Posting Komentar

Pencarian

10 Halaman Favorit

  © Blogger template On The Road by Ourblogtemplates.com 2009

Back to TOP