Mengembangkan TLC (Teaching Learning Center) di ITB
Rabu, 03 Juli 2013
From: "Moko Darjatmoko"
Sender: Senyum-ITB@yahoogroups.com
Date: Wed, 03 Jul 2013 13:37:25 -0000
Subject: [Senyum-ITB] Re: ITB tak mampu mendidik? ... develop a TLC !!!
Betul sekali Mas BHM, dan walau Amerika tidak bisa dibilang "terbaik" sedunia secara aggregate (karena banyaknya PT dan begitu besar variasinya), tetapi sebagian besar PT punya fasilitas yang biasanya disebut "TLC" -- Teaching Learning Center. Ada TLC yang tugasnya memabntu students (yang punya problem akademis) dan ada juga TLC yang ditujukan untuk para pengajar, terutama dosen baru dan TA (teaching assistants). Keduanya perlu (kebanyakan PT punya dua-duanya), tetapi menurut saya, di Indonesia jauh lebih membutuhkan yang kedua. Tujuan dari TLC untuk staff pengajar ini pertama untuk menyelaraskan mereka ini dengan "kultur" akademik dan pengajaran di kampus barunya, dan kedua juga merupakan sarana "professional development. Biasanya "mission statement" nya sendiri mencerminkan hal tersebut ... sebagai contoh:
The mission of the Teaching and Learning Center is to reinforce the importance of teaching excellence as a fundamental responsibility of the university. Through collaboration with faculty and administration, the TLC supports a learning culture that values and rewards teaching, facilitates reflective dialogue about teaching and learning, encourages the development of teaching as a practice and a scholarly activity, invites innovation in curricular development, and encourages the creation of diverse learning environments in which all students can learn and excel.
Yang kalau dijabarkan menjadi detail seperti 'juklak' dan juk-juk yang lain, bisa seperti ini:
The TLC's goals are:
- To provide faculty with professional development opportunities which foster student learning.
- To develop, identify, support and disseminate teaching and learning resources.
- To facilitate the integration of the Active Learning Cloud into campus programs and courses.
- To promote interdisciplinary and collaborative conversations, relationships and activities.
- To promote and disseminate information focused on the pedagogy of service learning to the campus community.
- Year round on-campus workshops and professional development opportunities.
- Web-based tutorials, workshops, and virtual professional development opportunities through the TLC InsideState website.
- Video recording and analysis of classes.
- Confidential teaching consultations concerning all aspects of teaching and learning including course preparation, delivery, and assessment.
- In-class focus groups with your students.
- Service-learning resources concerning implementation strategies, assessment, and community partners.
- Recognition of teaching excellence and innovation.
- Additional services and opportunities upon request.
Sepanjang pengetahuan saya, tanya kiri-kanan selama 3.5 tahun di negeri ini, saya belum dengar ada PT kita yang punya TLC seperti itu. Di US kebutuhan ini sudah lama disadari, karena pengajar di PT itu walau jago dalam bidangnya belum tentu bisa mengajar dengan baik [it takes special training to be a good teacher]. Dan PT tidak bisa mengandalkan lulusan "sekolah guru" (yang biasanya juga non-existent), karena mereka butuh special skill yang dipunya pengajar baru tersebut (that's the main reason he/she is hired). Solusi atau jalan tengahnya ya menyediakan TLC-TLC seperti itu.
Saya pernah 'nguping' baca laporan teman yang compile berbagai TLC di Amerika, ternyata jumlahnya (saat itu) lebih dari 300an.
Berikut tulisan terkait yang pernah saya kirim milis alumni sipil, dulu sebelum "mudik" (2008)
It is true that some great teachers are natural (bakat) ... tetapi kebanyakan guru jadi jempolan karena belajar, karena persiapan yang matang. Di tulisanku terdahulu (Subject: Mahasiswa Malas?) aku menyinggung keberadaan Teaching-Learning Center (TLC) di hampir setiap university/college. Ini salah satu usaha untuk mengisi kekurangan skill mengajar dari si guru/dosen. Kalaupun TLC ini belum ada, ada cukup banyak buku bagus yang bisa dibaca dibaca sebagai pedoman, misalnya "Teaching Tips" (Wilbert J. McKeachie), "Tools for Teaching"(Barbara G. Davis), dan "Advice for New Faculty Members" (Robert Boice). [Aku pernah kirim satu copy Teaching Tips nya McKeachie ke salah seorang dosen ITB] ....Moko/
++++
--- "Bambang Harymurti" wrote:
>
> Saya dulu kuliah di salah satu universitas terbaik AS dan merasa luar biasa pelayanannya bagi para mahasiswa. Untuk yang merasa tertinggal disediakan kelas tambahan. Kami malah disediakan kelas ekstra musim panas untuk menyiapkan diri sebelum masuk kelas sebenarnya di musim gugur (fall). Para dosen dilengkapi asisten yang bahkan bersedia memberikan kelas tambahan di hari Sabtu dan Minggu. Para dosen pun menetapkan waktu yang jelas untuk konsultasi. Boleh dikata setiap hari kerja ada jam khusus yang disediakan untuk konsultasi mahasiswa.
>
> Bhm El76
--------------------
Tanggapan:
From: Hercules Sitanggang
Sender: Senyum-ITB@yahoogroups.com
Date: Wed, 3 Jul 2013 23:00:29 +0000
Subject: Re: [Senyum-ITB] Re: ITB tak mampu mendidik? ... develop a TLC !!!
Kalau bisa begitu bagus sekali ya mas Moko. Akan cepat terbentuk nya peningkatan kualitas SDM Indonesia.
Sebenarnya dengan melakukan hal itu, para dosen juga bisa mendapat pelajaran management dan teknik komunikasi, yg merupakan salah satu elemen keberhasilan program.
Mudah2an, bisa dilakukan di Universitas2 ternama. Dan perjuangan mas Oentung bisa dilanjutkan, hee....hee...
Apakah Universitas lapis ke-2 di Indonesia lebih bagus TLC ?
Saya kira tidak lbh baik.
Pengalaman pribadi saya, di SMA negri medan pada masa saya, cukup bagus interaksi dan komunikasi dgn guru2 nya. Sdh seperti keluarga. Datang kerumahnya juga diajari. Senang rasanya belajar.
Saat saya masuk kuliah pertama sekali, saya milih masuk USU.
Jangankan mendapat facilitas TLC (saat itu), gaya dan attitute komunikasi nya saja membuat susah mahasiswa. Analysa saya saat itu, sebagian besar dosen nya gak suka mahasiswanya cepat pintar, krn akan membuat persaingan bagi sang dosen di luar kampus. Dan analysa sebagian besar senior2 saya juga begitu.
Akhirnya saya ikut ajakan teman untuk kuliah di ITB ditahun berikutnya.makin rusak rasanya minat dan attitute saya.
Di ITB (saat 84), bagi saya sangat menyenangkan belajarnya. Berkomunikasi dgn dosen tidak dibatasi oleh budaya. Kalau mahasiswanya pro Aktive, belajar pasti menyenangkan. Datangi dosen ke kantor nya dan nanya2 bebas dan diajari. Diskusi dgn senior juga bebas.
Kalau ada juga system dan facilitas TLC, wah, ideal sekali ya.
Mimpi saya dulu saat muda, ada media konsultasi dgn dunia kerja nyata, dan pengenalan interdisipline di dunia nyata, sehingga minat mencari menyala2 dan peta belajarnya makin focus dan bisa komprehensif.
Ada semacam team "pakar untuk konsultasi" bisa pensiunan, dari professional, untuk memberikan semacam konsultasi bagi mahasiswa ttg dunia kerja. Banyak toh yg mau, seperti mas Moko ini, hee..hee...
Maaf ya ngelantur hee..hee...
Hercules SI84
-------------------
Keterangan video:
Sebenarnya dengan melakukan hal itu, para dosen juga bisa mendapat pelajaran management dan teknik komunikasi, yg merupakan salah satu elemen keberhasilan program.
Mudah2an, bisa dilakukan di Universitas2 ternama. Dan perjuangan mas Oentung bisa dilanjutkan, hee....hee...
Apakah Universitas lapis ke-2 di Indonesia lebih bagus TLC ?
Saya kira tidak lbh baik.
Pengalaman pribadi saya, di SMA negri medan pada masa saya, cukup bagus interaksi dan komunikasi dgn guru2 nya. Sdh seperti keluarga. Datang kerumahnya juga diajari. Senang rasanya belajar.
Saat saya masuk kuliah pertama sekali, saya milih masuk USU.
Jangankan mendapat facilitas TLC (saat itu), gaya dan attitute komunikasi nya saja membuat susah mahasiswa. Analysa saya saat itu, sebagian besar dosen nya gak suka mahasiswanya cepat pintar, krn akan membuat persaingan bagi sang dosen di luar kampus. Dan analysa sebagian besar senior2 saya juga begitu.
Akhirnya saya ikut ajakan teman untuk kuliah di ITB ditahun berikutnya.makin rusak rasanya minat dan attitute saya.
Di ITB (saat 84), bagi saya sangat menyenangkan belajarnya. Berkomunikasi dgn dosen tidak dibatasi oleh budaya. Kalau mahasiswanya pro Aktive, belajar pasti menyenangkan. Datangi dosen ke kantor nya dan nanya2 bebas dan diajari. Diskusi dgn senior juga bebas.
Kalau ada juga system dan facilitas TLC, wah, ideal sekali ya.
Mimpi saya dulu saat muda, ada media konsultasi dgn dunia kerja nyata, dan pengenalan interdisipline di dunia nyata, sehingga minat mencari menyala2 dan peta belajarnya makin focus dan bisa komprehensif.
Ada semacam team "pakar untuk konsultasi" bisa pensiunan, dari professional, untuk memberikan semacam konsultasi bagi mahasiswa ttg dunia kerja. Banyak toh yg mau, seperti mas Moko ini, hee..hee...
Maaf ya ngelantur hee..hee...
Hercules SI84
-------------------
Keterangan video:
Uploaded on Aug 4, 2010
Students and faculty talk about their experiences with Harvard Extension School's online classroom. With more than 200 online courses open to the public - many of which are taught by faculty from other Harvard schools - students from around the world have access to Harvard academics.
To learn more about the distance education options available to you at Harvard Extension School, visithttp://www.extension.harvard.edu/dist...
Featured in the video (in order of appearance):
Matthew Longcore, student
Jeffry Jones-Hutchinson, student
Chawna Cota, student
Mathew Kaiser, PhD, Associate Professor of English, Harvard University
Kurt W. Fischer, PhD, Charles Bigelow Professor of Education, Harvard Graduate School of Education
Harry R. Lewis, PhD, Gordon MacKay Professor of Computer Science, Harvard University
Mary Delaney-Pearson, student
Jan L. Feldman, Associate Professor of Political Science, University of Vermont
Kathy Neenan, student
Robert J. Allison, Professor and Chair of History, Suffolk University
Ivette DeRubens, student
To learn more about the distance education options available to you at Harvard Extension School, visithttp://www.extension.harvard.edu/dist...
Featured in the video (in order of appearance):
Matthew Longcore, student
Jeffry Jones-Hutchinson, student
Chawna Cota, student
Mathew Kaiser, PhD, Associate Professor of English, Harvard University
Kurt W. Fischer, PhD, Charles Bigelow Professor of Education, Harvard Graduate School of Education
Harry R. Lewis, PhD, Gordon MacKay Professor of Computer Science, Harvard University
Mary Delaney-Pearson, student
Jan L. Feldman, Associate Professor of Political Science, University of Vermont
Kathy Neenan, student
Robert J. Allison, Professor and Chair of History, Suffolk University
Ivette DeRubens, student
0 comments:
Posting Komentar