powered by Google

Kisah Molly Bondan: Penterjemah Pidato Bung Karno

Jumat, 01 Februari 2013


From: chalid zakaria 
Date: Fri, 1 Feb 2013 18:03:12 +0800 (SGT)
Subject: Re: [sinergi-ia-itb] Re: [Senyum-ITB] Bambu Runcing Menang Melawan Sekutu? (TaRa)

 
Pak Alit Bondan, ini tulisan bapak tentang orangtuanya ya pak?



MOLLY BONDAN
Penterjemah Pidato Bung Karno
Oleh : Alit Bondan *)





Molly Bondan
lahir dengan nama gadis Marry Alithea Warner di Auckland, Selandia Baru pada
tanggal 9 Januari 1912. Dibesarkan di Australia dan menikah dengan
Mohamad Bondan ,
Perintis kemerdekaan Republik Indonesia yang dibuang oleh Belanda ke Boven Digul bersamasama
Rombongan
Bung Hatta dari Tahun 1934 sampai 1943. Ketika Jepang menyerbu
Indonesia, Bung Hatta kembali ke Jawa dan Mohamad Bondan dilarikan ke Australia. Disanalah
mereka bertemu dan menikah pada tahun 1946.
Dengan pesawat Komisi Tiga Negara ( KTN ), Moh.Bondan beserta keluarga diterbangkan dari
Brisbane ke Jogyakarta ( Ibu Kota Republik Indonesia Masa Itu ) pada tahun 1947. Di Jogyakarta
mereka di rumah



dr.Sutarto, adik ipar Bung Hatta dari tahun 1947 sampai dengan 1950.
Moh.Bondan bekerja di Kementrian Perburuhan sedangkan Molly Bondan bekerja di RRI
Jogyakarta di bawah pimpinan
Yusuf Ronodipuro, sebagai penyiar bahasa Inggris untuk siaran
berita luar negeri yang mengumandangkan berita-berita perjuangan Republik Indonesia.
Molly Bondan aktif pada siaran RRI , menulis dan mengajar Bahasa Inggris, dan karena
kedekatannya dengan Bung Hatta, dipercaya Oleh

Bung Karno untuk menterjemahkan pidatopidato
kenegaraannya ke dalam Bahasa Inggris., terutama pidato 17 Agustus sejak Tahun 1950
s/d 1966. Pidato dalam bahasa Inggris tersebut dimaksudkan untuk konsumsi diplomat-diplomat
asing , wartawan asing dan undangan lainnya dari negara sahabat yang hadir dan untuk siaran
langsung ke luar negeri.
Judul Pidato 17 Agustus Bung Karno yang diterjemahkan Molly Bondan ialah :
Dari Sabang sampai Merauke ( 1950 ), Capailah Tata Tenteram Kerta Raharja ( 1951 ), Harapan
dan Keyataan ( 1942 ), Jadilah Alat Sejarah ( 1953 ), Berirama dengan Kodrat ( 1954 ), Tetap
terbanglah Rajawali ( 1955 ), Berilah isi kepada hidupmu ( 1956 ), Satu Tahun Ketentuan ( 1958 )
, Tahun Tantangan ( 1958 ), Penemuan kembali revolusi kita ( 1959 ), Laksana malaikat yang
menyerbu dari langit, Jalannya revolusi kita, ( Jarek ) ( 1960 ), Resopim ( 1961 ), Tahun
kemenangan ( Takem ) ( 1962 ), Genta Suara Republik Indonesia ( Gesuri ) ( 1963 ), Tahun
Vivere Pericoloso ( Tavip ) ( 1964 ), Capailah Bintang - bintang di langit ( 1965 ), dan Jangan
Sekali-kali meninggalkan Sejarah ( 1966 ).
Selain itu Molly Bondan juga aktif dalam konferensi - konferensi Internasional sebagai staf
Sekretariat dengan tugas menterjemahkan dan mengurus pidato-pidato para delegasi, antara lain
dalam Konferensi Asia Afrika di Bandung pada tahun 1955, Juga konferensi Colombo Plan ke 11
di Jogyakarta pada tahun 1959. Bahan kuliah Bung Karno mengenai















Marhaenisme yang berjudul
Shaping and Reshaping Indonesia
, yang dipaparkannya pada tanggal 3 Juli 1957 untuk
memperingati 30 Tahun berdirinya Partai Nasional Indonesia juga disusun dengan bantuan Molly
Bondan. Pidato Bung Karno di PBB tahun 1958 dengan judul
To Build The World A New , juga
tak lepas dari sentuhan Molly Bondan.
Pengalaman lainnya yang agak unik terjadi tahun 1959 yang dialami Molly Bondan ditunjuk
sebagai penterjemah dalam sidang pengadilan

Allan Laurence Pope , penerbang Amerika yang
ditembak jatuh di atas laut Arafuru setahun sebelumnya. Setelah menjalani tugas dalam
persidangan yang melelahkan, Molly beserta anaknya berlibur selama lima minggu ke Australia
sekaligus menemui ibunda beserta adik-adiknya yang tinggal disana.
Perpindahan statusnya dari Kementrian Penerangan ke Kementrian Luar Negeri pada tahun
1960 , tidak banyak mengubah bidang tugas Molly Bondan. Sebagai Penyiar Radio , tetap
mengasuh Rubrik




Surat Terbuka dan serial This is Indonesia di Programa III RRI Jakarta yang
ditujukan bagi orang-orang asing yang tinggal di Indonesia. Sebagai penulis dan pengajar
Bahasa inggris untuk karyawan-karyawan Kementrian Luar Negeri yang akan ditugaskan
,menjadi Atase Penerangan di Luar Negeri tetap dilaksanakan di samping tugas-tugas dari Bung
Karno dan tugas-tugas mengikuti Konferensi-Konferensi Internasional.
Molly Bondan Ikut serta menyusun Pidato Bung Karno di Konferensi Tingkat Tinggi Non Blok di
Beograd, Yugoslavia Tahun 1961. Kemudian pidato Bung Karno pada peringatan 10 Tahun
Konferensi Asia Afrika bulan April 1965 di Bandung.
Bulan Juni 1963 membantu delegasi Indonesia pada pertemuan tingkat Menteri di Manila yang
membahas konsep






Maphilindo. Dari Manila diskusi terus dilanjutkan ke Hongkon dan Singapura.
Kembali lagi ke Manila dan ada pertemuan lainnya di Kamboja ( menyatukan Malaysia , Philipina
dan Indonesia ) gagal di tengah jalan.
Ketemu Ayah.
September 1964, Molly Bondan mengikuti Konferensi Tingkat Tinggi Non Blok ke II di Kairo.
Keberadaannya di Kairo ini merupakan suatu peristiwa yang sangat penting baginya. Sebelum
keberangkatannya ke Indonesia Tahun 1947, Ayahandanya telah berangkat lebih dahulu dan
menetap di Inggris. Pada September 1964 itulah kesempatan terakhir ia bertemu dengan
ayahnya yang sedang perjalanan pulang ke Australia dengan Kapal Laut.
Maret 1965 ke Pnom Penh membantu menyusun pidato Bung Karno untuk Konferensi di
Parlemen Indo China.
Sebenarnya ada 2 orang lagi penterjemah yang bertugas membantu Bung Karno selain Molly
Bondan , yaitu :







Tom Atkinson dan John Coast . Tom Atkinson adalah Orang Inggris yang
menetap di Indonesia sejak Perang Dunia Kedua. Sedangkan John Coast adalah diplomat
Inggris di Bangkon dan tertarik dengan perjuangan Rakyat Indonesia. Diam-diam dia menyusup
ke Ibukota Republik di Jogyakarta. Tetapi menjelang Tahun 1961 kedua orang Inggris itu satu per
satu kembali ke Negaranya. Tinggallah Molly Bondan Seorang diri menjadi Penterjemah setia
dari Bung Karno dan Republik Indonesia.
Sang Suami Moh.Bondan pensiun dari Departemen Tenaga Kerja pada tahun 1967, dan Molly
sendiri menjalani pensiun dari Departemen Luar Negeri setahun kemudian. Setelah pensiun itu ,
pernah diminta oleh penerbit Gunung Agung untuk mengerjakan pekerjaan Editorial Buku






The
Smiling General
, biografi Presiden Suharto.
Menerbitkan Buletin
Dengan sang suami Molly menerbitkan buletin bulanan
Indonesia Current Affairs Translation
Service Bulletin
. Isinya setebal 90 Halaman, diterjemahkan dari berita-berita koran yang terdiri
dari berita politik, ekonomi, sosial, budaya dan hankam. Untuk itu Moh.Bondan harus membaca
tidak kurang dari 13 koran setiap hari, kecuali minggu , guna memilih berita-berita yang
merefleksikan Indonesia. Dan tugas Molly untuk menterjemahkannya ke Bahasa Inggris. Sasaran
Buletin tersebut ialah kedutaan-kedutaan asing di Jakarta. Tetapi akhirnya juga menjadi sumber
informasi bagi Universitas-universitas luar negeri yang mempunyai kajian mengenai Indonesia.
Kesehatan Moh.Bondan mulai menurun pada tahun 1975. Berhubung tidak ada penggantinya,
buletin terpaksa ditutup pada bulan desember 1976. Molly juga pernah menulis di Koran , seperti





Harian Kami
( 1968 ), antara lain mengenai Pancasila. Molly juga menyadari bahwa Masyarakat
Indonesia membutuhkan banyak ide-ide mengenai kemanusiaan dan keadilan sosial yang telah
ada di Dunia Barat sejak abad ke 17. Untuk itu beliau menulis di Kompas sebanyak 11 Artikel
berseri selama tahun 1979. Molly Bondan yang telah mengabdikan hidupnya pada Negara
Republik Indonesia berhenti menulis pada tahun 1980. Beliau mengidap penyakit kanker yang
menyebabkan wafatnya pada tanggal 6 Januari 1990, tiga hari sebelum ulang tahunnya yang ke
78 dan dimakamkan di Tanah Kusir Jakarta Selatan. Pada hari itu, datang ke rumah duka untuk
melayat, antara lain : Menteri Luar Negeri





Ali Alatas , Menko Kesra Supardjo RustamIbu
Rahmi Hatta , S.K.Trimurti, Ruslan Abdul Gani, Maladi, B.M.Diah
( Tiga terakhir pernah
menjadi Menteri Penerangan , sebagai atasan Molly ), Duta besar Australia
Philip Flood dan
lain-lainnya.
Jakarta, 10 Agustus 2007.
*) Drs.Alit Bondan MKom
adalah anak tunggal Molly dengan Moh.Bondan, dosen SEKOLAHTINGGI TEKNIK PLN Jl Lingkar Luar Barat, Duri Kosambi Jakarta 11750

--- On Fri, 2/1/13, alitbondan1@yahoo.com <alitbondan1@yahoo.com> wrote:

From: alitbondan1@yahoo.com <alitbondan1@yahoo.com>
Subject: Re: [sinergi-ia-itb] Re: [Senyum-ITB] Bambu Runcing Menang Melawan Sekutu? (TaRa)
To: Senyum-ITB@yahoogroups.com
Date: Friday, February 1, 2013, 2:51 PM

 
Memang benar orang-orang tua kita dulu amat heroik perjuangannya. Disamping bambu runcing ada segelintir orang yg perjuangannya betul-betul berjuang utk mencapai kemerdekaan. Ayah saya dulu dibuang ke Boven Digul bersamasama Bung Hatta da Bung Syahrir. Boven Digul itu sulu sarang penyakit malaria. Saya dpt membayangkan kalau dibuang ke sarang penyakit malaria, rasanya seram sekali. Tetapi itu adlh kenyataan sejarah. Kalau orang zaman sekarang tidak mengerti dg perjuangan orang-orang dulu. Maunya hanya menikmati yg enak-enak dan tidak faham dg perjuangan merebut kemerdekaan 1945. Saya pribadi menganggap Bung Karno adalah tokoh internasional yg tidak ada tandingannya.

Salam, Alit Bondan Ma65

0 comments:

Posting Komentar

Pencarian

10 Halaman Favorit

  © Blogger template On The Road by Ourblogtemplates.com 2009

Back to TOP