powered by Google

Video: Pengolahan kotoran sapi di Bangladesh

Senin, 03 Desember 2012


From: Oscar Pakpahan
Date: Mon, 3 Dec 2012 13:03:37 +0000
Subject: Re: [Senyum-ITB] Re: Kelangkaan Daging Sapi (Refleksi Tulisan dari Bpk. Dahlan Iskan)


Pak Moko,

Sewaktu saya kerja setahun lebih di Bangladesh, tiap pagi saya selalu melihat warga sekitar disana menunggui sapi mereka sampai mengeluarkan kotorannya yg kemudian mereka olah by hand untuk dijadikan bahan bakar rumah tangga(kotoran sapinya dibuat seperti sate ukuran besar) kemudian dijemur dan setelah itu digunakan sebagai bahan bakar.

Sekedar share.

-ope

Sent by Maxis from my BlackBerry® smartphone




Organic Farming Part II - 'Cow dung to biogas'



Uploaded by  on Oct 31, 2007
Like many organic farmers, Jose Elanjhimattam is both a practical and abundantly resourceful man. Starting with cow dung, Jose has created an ingenious system that simultaneously captures and separates nitrogen-rich organic manure and methane gas. Unlike dried cow dung, which tends to lose nitrogen throughout the drying process, the liquefied organic manure produced through Joses slurry provides soil with far higher levels of nitrogen. Additionally, the methane gas removed is used as a form of fuel. Jose estimates that the dung from two cows is sufficient to provide enough biogas to support the cooking requirements of a family of four. Resourceful, intelligent, simple great stuff!
Thanks to www.organicguide.com for this summary!


From: "Moko" 
Date: Mon, 03 Dec 2012 12:26:04 -0000
Subject: [Senyum-ITB] Re: Kelangkaan Daging Sapi (Refleksi Tulisan dari Bpk. Dahlan Iskan)


Ternak sapi --juga kambing, ayam, bebek.dll-- memang menguntungkan,
tetapi dari sudut energy/water consumption (energy footprint,
enviromental impact) sapi paling besar. Juga dalam scaling-down, kambing
bahkan ayam/bebek bisa dilakukan dalma skala rumahtangga -->
self-sufficiency dalam kebutuhan daging/protein [ketahanan pangan
nasional didistribusikan secara lebih luas].

Ketergantungan akan pangan juga besar untuk sapi, sebagian besar (soy
based cattle food) masih diimport -- kita ini mendatangkan 70% kedele
dari luar lho! Sedangkan kambing itu dilepas di pasar makan apa saja
(kulit nangka dan limbah sayur-mayur, etc), saya lihat dari pengalaman
waktu kecil di Malang, dan sekarang pengalaman yang saya studi di
negara-negara berkembang. Kotoran sapi jauh lebih sulit dikelola, dimana
tanpa regulasi yang ketat seperti negeri maju, hanya akan mencemari
lingkungan. Contoh yang sudah berlangsung lama di Desa Tarumajaya,
Kecamatan Kertasari, Kabupaten Bandung, yang sebagian besar penduduknya
merupakan petani sayur dan peternak sapi perah. Hanya 700 meter dari
Situ Cisanti, mata air sungai Citarum, jadi tempat pembuangan limbah
kotoran sapi. "Semua peternak sapi perah di desa ini membuang kotoran
sapinya langsung ke sungai," ujar Agus Darajat, tokoh masyarakat yang
juga Ketua Kertasari Bersatu. Ini terjadi karena mereka tidak tahu musti
dibuang kemana atau diapain kotoran sapi tersebut? Di Lembang saya lihat
problem serupa terjadi, limbah kotoran sapi mulai mencemari sumber air
disekitarnya.

Kotoran kambing, lain ceritanya, secara alamiah dia berceceran
kemana-mana dalam bentuk yang lebih padat. Bahkan kalau rajin ngumpulin
bisa dijual sebagai pupuk (coba beli di Cihideung). Singkatnya ternak
kambing lebih scalable (especially downward) dan lebih sustainable. Soal
pasaran .. berapa banyak yang lebih milih sate sapi vs sate kambing,
gule sapi vs gule kambing ...

Moko/

0 comments:

Posting Komentar

Pencarian

10 Halaman Favorit

  © Blogger template On The Road by Ourblogtemplates.com 2009

Back to TOP