powered by Google

Kondisi mata Taufik Faturohman tidak pernah menyurutkan cita-citanya

Minggu, 18 Maret 2012

From: "Taufik Faturohman"
Sender: Senyum-ITB@yahoogroups.com
Date: Sun, 18 Mar 2012 04:12:13
To: SF Scholar;
Subject: [Senyum-ITB] No disabilities can hold you back




Curtin University, Perth



Perth, Maret 2012

Assalamu'alaykuum....

Mohon maaf, sekedar berbagi pengalaman.

Saat ini saya sedang mengambil program PhD di Curtin University, Western
Australia. Saya ditugaskan oleh kampus di Bumi Ganesha sana, Sekolah Bisnis dan
Manajemen ITB, untuk sekolah (karena masih dianggap kurang pinter hehe...), atas
beasiswa dari Putera Sampoerna Foundation.

Saya memiliki kondisi spesial di mata yang disebut Retinitis Pigmentosa (RP).
Kalau ditanya bagaimana kondisi mata saya, saya agak sulit menjelaskannya. Yang
pasti mah cukup parah.
Waktu medical check up untuk mengajukan visa, dokter yang memeriksa hampir tidak
percaya kalau dengan kondisi low vision seperti ini saya akan ambil S3. Tapi itu
tidak mengecilkan hati saya. Saya malah bangga karena dengan kondisi seperti ini
saya bisa meraih apa yang tidak mudah diraih oleh orang yang bermata normal
sekalipun. Alhamdulillah... Segala puji bagi Allah.

Semua dokter yang saya temui (termasuk di Perth sini) menyatakan bahwa mata saya
tidak dapat diobati. Akan tetapi sebagai seorang muslim saya harus yakin bahwa
yang Maha Menyembuhkan hanya Allah, dan kita harus tetap berusaha mencari
solusinya. Beberapa dokter bilang kalau kondisi ini bersifat genetis. Sesuatu
yang nampaknya masuk akal, karena adik saya yang laki-laki pun mengalami kondisi
yang sama. Alhamdulillah dia akhirnya bisa lulus dari jurusan Fisika ITB, meski
dengan perjuangan yang luar biasa. Jujur, saya sempat agak ragu kalau dia akan
lulus (sori ya De). Sebaliknya, adik saya yang perempuan tidak mengalami masalah
dengan retinanya. Dia relatif jauh lebih lancar dalam studinya, dan lulus dari
S1 di Kimia dan S2 Teknik Kimia (keduanya di ITB) dengan baik. Selama kuliah S2
dia juga mendapatkan beasiswa karena prestasinya yang baik. Kuliahnya memang
lebih lancar, tapi bukan berarti dia lebih cerdas, hanya matanya saja yang lebih
bagus hehe.... Maaf bercanda. Kami memang sangat kompetitif dalam berbagai hal.
Meski sering saling mencela, saya bangga pada adik-adik saya. Mereka hebat
(meski nggak sehebat kakaknya haha...). Maaf, lagi-lagi bercanda.

Dua tahun pertama di negeri asing, saya benar-benar struggling, di dalam dan
luar studi. Semua serba baru dan semua harus dapat dilakukan sendiri. Meski
Alhamdulillah banyak rekan dan sahabat yang selalu siap membantu, basically
you're on your own. Banyak trik yang saya lakukan to make life easier, antara
lain:

1. Menyimpan barang-barang di tempat yang mudah terlihat dan mudah diingat.
2. Ketika sedang menunggu bis, saya akan minta tolong orang lain untuk
memberi tahu nomor bis yang lewat. Sebetulnya nomornya cukup besar, terpampang
di atas windshield, tapi tetep aja nggak keliatan. Otomatis saya tidak boleh
malu atau segan bertanya. Harus cuek. Tapi dengan begini saya bisa berkenalan
dengan banyak orang. Lelaki, perempuan, tua, atau muda. Tidak hanya warga
setempat, tetapi juga warga dan pendatang dari berbagai penjuru dunia. Mulai
pekerja, pelajar, sampai mantan manusia perahu pencari suaka. Sangat menarik.
Tapi yang paling seru kalau bertemu orang yang berasal dari kota atau negara
dengan tradisi sepak bola kuat. Nunggu bis jadi nggak kerasa kalau sudah
ngomongin bola. Tapi saya lebih suka membicarakan klub dibanding tim nasional.
Sedih kalau ditanya soal tim nas kita. Apalagi beberapa waktu lalu kita baru
saja dibantai 10 gol tanpa balas. Rekor terburuk sej ak berdirinya negara
kepulauan terbesar di dunia yang kita cintai ini. Tragis. Kembali ke halte bis,
kalau tidak ada orang yang bisa saya tanyai, saya terpaksa memberhentikan semua
bis yang lewat. Maaf ya pak supir, habis bagaimana lagi....
3. Saya berusaha menghapalkan situasi di tempat-tempat yang sering saya
datangi. Posisinya, pohon-pohon di sekitarnya, apapun yang memudahkan saya
mengidentifikasi tempat tersebut. Sebagai contoh, ruangan supervisor saya adalah
pintu ke tiga dari lift. Jadi saya menghitung pintu, bukan membaca namanya yang
terpampang di pintu ruangannya, karena saya tidak bisa membacanya. Percaya atau
tidak, saya sampai hapal jumlah tangga dan anak tangga yang ada di sepanjang
jalan utama main campus. Tujuannya adalah agar saya tidak jatuh kalau saya
melewati tangga itu apabila harus buru-buru :)
4. Apabila melakukan presentasi riset, saya harus memahami bahan dengan
sangat baik, karena saya tidak bisa mengandalkan tulisan yang ada di slide.
Kalaupun saya bisa membacanya, saya butuh waktu lama. Jadi paling tidak, saya
harus menghapalkan judul tiap slide, atau saya menulis judul dengan font ekstra
besar, sehingga lebih mudah dibaca. Dalam menjelaskannya, saya harus banyak
melakukan improvisasi. Hal ini juga saya lakukan ketika mengajar di SBM.
5. Banyak berdoa dan minta didoakan, agar Allah memudahkan semua urusan.
6. Dan lain-lain.

Masih banyak trik dan rutinitas yang saya lakukan untuk mempermudah aktivitas
saya. Most of the time memang berhasil. Akan tetapi, tidak jarang gagal juga.
Sering kali saya tidak berhasil menemukan barang yang saya simpan karena lupa di
mana saya menyimpannya. Atau salah naik bis. Atau salah masuk ruangan. Saya
bahkan pernah salah masuk ke toilet perempuan. That was an honest mistake, bukan
berniat ngintip hehe.... Kalau nabrak tiang, jatuh dari tangga, atau kesandung
mah sudah biasa. Alhamdulillah paling parah hanya memar-memar, luka kecil, atau
pakaian robek :). Di tempat gelap saya hampir tidak bisa melihat apa pun. Dalam
situasi seperti itu saya harus dituntun atau berjalan dengan sangat pelan sambil
meraba-raba. Tapi saya masih bersyukur, masih banyak orang yang benar-benar
tidak bisa melihat sama sekali.

Menyadari kondisi penglihatan yang buruk, saya mengajukan aplikasi untuk
mengambil program PhD di Curtin Business School tanpa menyebutkan kondisi
tersebut. Saya tidak merasa disable. Saat itu saya sangat yakin kalau saya akan
berhasil melewati program doktoral ini dengan baik, karena toh saya juga
berhasil mengantongi gelar sarjana dan master dari ITB. Kepercayaan diri yang
ternyata berlebihan, bahkan mendekati kesombongan. Astaghfirullah....
Alhamdulillah... di kampus saya mendapat support yang saya butuhkan. Saya
memiliki supervisor-supervisor yang sangat kompeten dan pengertian. Belakangan,
saya juga disarankan untuk berkonsultasi dengan disability counselor. Awalnya
saya agak reluctant untuk melakukannya. Saya nggak yakin mereka bisa membantu
masalah saya. Dan sekli lagi, saya tidak merasa disable.

Ternyata saya salah. Banyak bantuan dan kemudahan yang mereka sediakan untuk
membantu aktivitas saya, terutama dalam studi dan riset. Di Robertson Library,
yang berada di main campus, terdapat satu ruangan khusus yang disediakan untuk
student dengan kondisi istimewa seperti saya. Saya baru sadar, ternyata saya
tidak sendiri. Ruangan ini benar-benar eksklusif, seperti the chamber of secret
di Hogwarts School of Witchcraft and Wizardry hehe.... Bedanya adalah tidak
diperlukan mantra khusus untuk dapat memasuki ruangan ini. Di depan pintu
ruangan ini ada alat pemindai alias scanner untuk memindai kartu mahasiswa.
Pintu ruangan ini hanya akan terbuka bila diakses oleh kartu mahasiswa yang
telah diberi security clearance.

Di dalam ruangan ini banyak terdapat alat canggih. Ada sejenis proyektor yang
dapat menampilkan buku atau teks berbentuk hard copy ke layar. Ada pula komputer
yang dapat menampilkan interface dengan perbesaran dan warna yang bisa kita
atur. Komputer ini bahkan bisa membacakan apa yang tertera di monitor, termasuk
membacakan dokumen-dokumen berbentuk soft copy. Tidak cukup dengan itu, saya
juga dibekali dengan ZoomText, sebuah software yang bisa membuat PC saya semakin
cerdas. Secerdas komputer di library yang bisa saya atur perbesaran dan
kontrasnya, serta saya perintahkan untuk membacakan apa yang ada di screen.
Laptop saya sekarang sudah bisa membaca dan berbicara! Masih belum selesai
sampai di situ. Saya juga dipinjami sebuah electronic magnifier. Alat mungil
yang belakangan saya tau ternyata harganya hampir sepuluh juta rupiah. Alat
bernama SmartView ini sangat membantu saya dalam membaca buku dan bentuk hard
copy lainnya. Sesuatu yang sudah sangat sulit saya lakukan, meski dengan bantuan
kaca mata.

ZoomText dan SmartView sangat membantu saya, sehingga saya tidak perlu
menyengaja datang ke library hanya untuk membaca. Alhamdulillah, banyak bantuan
yang saya terima. Dari kampus baik di Curtin maupun SBM, sponsor, supervisor,
teman-teman, keluarga, bahkan dari orang yang tidak saya kenal. Tentu saja
support dari orang tua dengan doa yang dapat menggetarkan langit. Tanpa
mengecilkan itu semua, saya mendapatkan dukungan luar biasa dari istri tercinta.
Dia tanpa kenal lelah dan dengan kesabaran hampir tak terbatas begitu setia
mendampingi saya. Bukan hanya mendorong dari segi moral, dia juga membantu riset
saya. Dia adalah partner yang baik dalam berdiskusi, pengetik yang handal, dan
penginput data yang telaten. Saya benar-benar tidak tahu apa yang bisa saya
lakukan tanpa dia. Alhamdulillah progress riset saya berjalan jauh lebih cepat
sejak kehadirannya. Dia benar-benar perempuan super. Semua itu dilakukannya
sewaktu hamil, dan saat ini sedang menyusui bayi kecil kami.

Pentingnya keberadaan istri semakin terasa kala saya sedang down. Saya berusaha
selalu positif dengan kondisi mata saya. Akan tetapi tidak jarang juga saya
merasa frustasi dengan keadaan ini. Saya paling tidak suka kalau saya tidak bisa
melakukan sesuatu yang sebenarnya mudah. Di saat mood saya sedang jelek, saya
bisa sangat marah bila misalnya saya tidak bisa menemukan suatu barang. Saya
marah. Marah pada diri sendiri karena tidak bisa melakukan sesuatu yang sangat
mudah. Tapi efeknya saya juga marah pada orang lain, dan yang paling sering
terkena dampaknya adalah istri tercinta. Terkadang dia juga kesal, suatu reaksi
yang wajar. Namun most of the time dia luar biasa sabar menghadapi saya. Dia
malah memberi semangat dan membesarkan hati saya. Dia sering kali mengingatkan
saya pada salah satu episode Kick Andy yang pernah kami tonton bersama. Di
episode itu, bang Andy mewawancarai orang-orang hebat dengan kondisi tuna netra.
Ada seorang ibu yang berhasil meraih gelar master di Belanda. Ada juga seorang
bapak dari Makasar yang menolak bersekolah di Sekolah Luar Biasa, sampai
akhirnya meraih gelar sarjana hukum dan bahkan menjadi salah seorang anggota
Komnas HAM. Isteri saya selalu bilang "mereka aja bisa, jadi Abi juga pasti
bisa". Saya bilang mereka itu orang-orang hebat, dan saya nggak bisa kayak
mereka. Tapi dia selalu meyakinkan kalau saya bisa. Subhanallah.... She really
is my better half. A much better half of me.
Akhir Mei ini tepat tiga tahun masa studi saya berjalan. Saya mungkin belum bisa
menyelesaikan studi tepat tiga tahun. Tapi saya menargetkan untuk menyubmit
tesis doktor saya akhir 2012 ini, insya Allah.

Selain studi, saya juga aktif di berbagai aktivitas sosial. Bukan hanya karena
saya diwajibkan oleh pihak sponsor, tapi karena memang saya tidak bisa lepas
dari kegiatan-kegiatan sosial. Saya pernah mengikuti kegiatan Curtin Volunteer.
Saya juga pernah menjadi pengajar di Taman Pendidikan Al Quran di Mushalla
Curtin University. Dalam dua tahun terakhir saya juga selalu diberi tugas
sebagai host pada acara shalat Idul Fitri dan Idul Adha yang diselenggarakan
oleh Konsulat Jendral Republik Indonesia di Australia Barat. Saat ini saya
diberi amanah (lebih tepatnya dipaksa hehe...) menjadi sekretaris jendral
Perkumpulan Pengajian Indonesia Perth (PPIP). Konon PPIP merupakan kelompok
pengajian tertua di Perth yang kemudian diformalkan dalam bentuk organisasi yang
memiliki anggaran dasar dan anggaran rumah tangga sendiri.

Alhamdulillah, di tengah kesulitan yang kami hadapi selalu ada kemudahan.
Kebahagiaan kami bertambah sejak kehadiran puteri pertama kami. Aisha Ghina
Fathiya, 3 Desember 2011 lalu. Itu berarti bertambah pula tanggung jawab dan
kesibukan, but it is totally worth :)

Jujur, tidak mudah bagi saya dalam menjalani ini semua. Tapi saya mendapat
support berlimpah dari berbagai pihak, yang membuat saya yakin bahwa saya akan
meraih PhD. Kemudian saya akan kembali ke Indonesia, ke kampus, untuk
membaktikan ilmu yang saya peroleh di sini.

Pendidikan merupakan hak setiap orang (bagi setiap muslim, menuntut ilmu juga
merupakan suatu kewajiban). Bahkan bagi setiap Warga Negara Indonesia, hak itu
dijamin oleh konstitusi. Semua memiliki hak yang sama, termasuk untuk yang
memiliki keterbatasan secara fisik. Pendidikan sering kali berharga mahal. Di
situlah diperlukan dukungan dan komitmen dari pemerintah.

Tulisan ini saya buat untuk mengingatkan diri saya sendiri, betapa banyak nikmat
yang saya terima. Alhamdulillah apabila ini juga bermanfaat bagi orang lain.
Terima kasih atas kesabaran Anda membaca sampai akhir. Semoga ada manfaatnya.




Salam
Taufik Faturohman
PhD Candidate, Curtin Business School, Curtin University, Western Australia
Tutor at Sekolah Bisnis dan Manajemen, Institut Teknologi Bandung
Putera Sampoerna Foundation Scholar

Pemandangan Perth dari Kings Park
____


Peta dari A (Kings Park) ke B (Curtin University) melewati Swan River yang indah.
Jarak sekitar 14 km dengan waktu tempuh sekitar 20 menit



View Larger Map

8 comments:

IA-ITB 18 Maret 2012 pukul 06.23  

Re: [Senyum-ITB] No disabilities can hold you back


Subhanallah mas Taufik....saya membacanya dg perasaan yg tak dapat terkatakan.
Semoga Allah melancarkan dan memberi kemudahan dalam urusan mas Taufik...saya
sangat salut dengan ketegaran dan semangatnya.
Sukses ya mas

Salam,
Dian (Yayung)

IA-ITB 18 Maret 2012 pukul 06.24  

Re: [sinergi-ia-itb] No disabilities can hold you back

Alaikumsalam,
Mas Taufik yang luar biasa.

Sungguh saya belum menemukan kata kata yang tepat untuk mengagumi anda. Luar
biasa.

Semoga kesembuhan segera datang, dan segala halangan bisa terlampaui, Allah Maha
berkehendak, tak seorangpun mampu mencegahnya, Allah Maha Penyembuh, Maha
penghilang segala penyakit...semoga.
Ijinkan saya untuk memforward tulisan yang sangat menginspirasi ini ke milis
teman-teman alumni di Qatar.

Wassalam,

sukses untuk mas Taufik,

Susilo SI87
Regards,

Susila Cahyono
Sent from my BlackBerry®Qtel

IA-ITB 18 Maret 2012 pukul 06.25  

Re: [Senyum-ITB] No disabilities can hold you back

Mas Taufik, semoga segala kemudahan yang Allah SWT limpahkan kepada anda didalam keterbatasan tetap disyukuri dan tetap maju dengan semangat.


"Sri Purwanti"

IA-ITB 18 Maret 2012 pukul 07.12  

--- In Senyum-ITB@yahoogroups.com, "99Venus Team" <99venus@...> wrote:


Re: [Senyum-ITB] No disabilities can hold you back

Inspiratif sekali Kang Taufik.
Langsung naik ke Portal Senyum-ITB yaahhhh?

Sering main ke King's Park, Perth, nggak ?



Salam maniez dari Cinere,

;-))
Maria Selena SBM09 dan 99Venus Team

Unknown 18 Maret 2012 pukul 07.53  

Mas Taufik,

Saya sangat terharu membacanya, tidak tahu harus berkomentar apa :).
Semoga Mas Taufik dan keluarga selalu tetap berada dalam lindungan Allah SWT.
Salam untuk keluarga...

Yati
EL99

Unknown 11 Oktober 2012 pukul 18.00  

Wow luar biasa
Melihat pencapaian yang udah Bpk Taufik raih (meskipun dalam keterbatasan) membuat saya merasa sangat kecil. Saya dengan kodisi fisik bugar namun belum punya prestasi apa2. Jadi malu pada diri sendiri..

Iwa
TM04

Unknown 22 November 2012 pukul 01.03  

Kang Taufik,
Luar biasa, perjuangan yang menjadi inspirasi. Semoga sukses.
Salam
Budi TK85

Eri 22 November 2012 pukul 01.41  

trimakasih atas crita nya..bagus sekali..dibuat dari hati yang paling dalam...semoga saya bisa seperti Pak Taufik...Gbu

Posting Komentar

Pencarian

10 Halaman Favorit

  © Blogger template On The Road by Ourblogtemplates.com 2009

Back to TOP