powered by Google

Budaya Syair dan Pantun dalam Bahasa Jawa Pesisir

Rabu, 09 Januari 2013

Uni Khadijah dan rekan-rekan yang lainnya.


Sepertinya "budaya" syair / nyanyian seperti itu, dapat kita temukan pada berbagai kelompok yang ada di tanah air ini, tentunya dengan berbagai variasi. Tetapi tema pokoknya, ada masalah, dan kemudian ditanyakan kepada sang bangau [entah kenapa, apa karena bangaunya botak, jadi dianggap memiliki ciri orang pintar - sebagaimana yang kita terima profesor yang botak].

Saya menerimanya itu sebagai suatu pengenalan akan prinsip sebab-akibat, dan mengajarkan kita untuk menemukan kar masalah [root-cause] agar dapat menemukan akar masalah [biang kerok] untuk diselesaikan.

Nenekku dulu mengajarkan pantun seperti itu, tentunya dalam bahasa Jawa pesisir [dimana kami tinggal] yaitu seperti ini

Manuk kuntul, manuk kuntul opoko suket kok nggerumbul?
Arek angon loro wetenge;

Arek angon, arek angon opoko kok loro wetengmu?
Mangan sego mentah

Sego, sego opoko kok mentah?
Kayu basah

Kayu, kayu opoko koq basah?
Udan nggecah,

Udan, udan opoko kok nggecah?
Kodok ngorek

Kodok, kodok opoko kok ngorek?
Ape dipangan ulo

Ulo, ulo opoko koq ape mangan kodok?
Sang doyanan kawit cilik mulo.

Maaf ya bagi yang kurang paham bahasa ini, bisa minta diterjemahkan ke teman yang ada disebelah [karena tidak bisa memanfaatkan Google translate]. 

Dalam contoh diatas, bukannya menyalahkan penyebab, karena penyebabnya adalah sesuatu yang alami, dan merupakan instink dari sesuatu, yang merupakan ciptaan Allah, atau kehendak Yang Maha Kuasa.




Salam
Saifuddien Sjaaf / TK-64

0 comments:

Posting Komentar

Pencarian

10 Halaman Favorit

  © Blogger template On The Road by Ourblogtemplates.com 2009

Back to TOP