powered by Google

Small is the New Big

Sabtu, 27 Agustus 2011

From: Nurhasan Akbar
Sender: Senyum-ITB@yahoogroups.com
Date: Fri, 26 Aug 2011 17:07:47 -0700 (PDT)
To: Alumni ITB; ITB Solo Raya
ReplyTo: Senyum-ITB@yahoogroups.com
Subject: [Senyum-ITB] Small is the New Big

Bagi rekan alumni yang punya perusahaan kecil . . berikut pertimbangannya kenapa tidak perlu buru2 menjadi pengusaha besar . . :)
Salam,
-akbar el82

6 Reasons to Keep Your Business Small
By John Warrillow , Aug 8, 2011

The generally-accepted dogma among entrepreneurs is "bigger is beautiful." You're nothing until you have some brand name investors on your board and 50 employees at your command. This "go big or go home" attitude leads to a lot of success stories but I wonder how many would-be entrepreneurs fail because they think the only business worth having is one that is chasing a billion-dollar opportunity.

In this article, I'd like to propose an alternative approach. What if you got into business with the goal of building a $2 million company, instead of a $200 million company? What impact would a $2 million goal have on the way you think about building your business? Here are six reasons it's sometimes better to stay small than to try to go big.

1. You can do what you love. First of all, shooting for a $2 million business widens the field of industries you can get into. There is no need to limit yourself to starting a technology company or the next consumer web business. There are plenty of successful $2 million companies in just about any industry you can think of. A friend of mine owns a bike tour company and is having the time of his life. I'm not sure he'd feel quite as excited about running a technology company ten times the size. With a broader range of sectors to choose from, you can pick an industry you truly like, not just one you think will explode in popularity.

2. You can keep all of the equity, yourself. By the time you have diluted yourself down with an angel and venture capital round of investment to build your $200 million empire, you may wake up one morning as a minority shareholder in your own company and feel more like an employee than a founder. Which is fine if you're on your way to an IPO, but that may be only slightly more probable than winning the lottery. A small, $2 million business, carefully put together over time, can often be bootstrapped with the owner keeping all of the shares for him- or herself.

3. You'll need to find just 10 wonderful people. Staffing a $200 million company probably requires more than a thousand employees and cutting a few corners along the way. A well-run $2 million business might get away with hiring just ten people. Think about how carefully you could pick your team and how much you could nurture each one if your goal was to hire the ten best people you could find.

4. You'll still be rich enough. Admittedly, a $200 million business, even if you are only a minority shareholder in the end, will probably make you richer, but there is a point of diminishing returns on being wealthy. Bill Gates is famous for admitting he'd rather not be the richest man in the world. There are only so many cars you can drive or houses you can enjoy. By contrast, a well-run, $2 million business in a sleepy little corner of the market could pump out 25 percent in earnings before tax for a long time. So not only are you earning $500,000 a year, you're probably running trips and cars through your company as legitimate business expenses. Would you rather have a good shot at earning $500,000 a year for 20 years or a slim chance at a $100 million pay day? I think most people would take door No. 1.

5. You have the choice to live wherever you'd like. Just about any place in the country—even the most beautiful villages—can support a $2 million business, but a $200 million dollar company requires infrastructure and a large workforce usually found in only big, congested, polluted cities. Would you rather measure your commute in minutes or hours?

6. You'll be able to see your kids' T-ball games. I imagine that building a $200 million a year business is a seven-day-a-week endeavor. The entrepreneurs I know who have built big companies lead a high stress life. They have hundreds or thousands of employees to lead, multiple shareholders to appease, media to manipulate, customers to win—all of which adds up to a heavy burden that often falls on founders in the prime of their lives when their kids are still relatively young. How much simpler would life be if you had a nice little $2 million business nobody much cared about, other than you and a handful of employees and customers? How many ballet recitals could you go to? How many birthday parties could you be there for?

Financiers are famous for getting entrepreneurs to give up equity by asking them if they'd rather own "a small slice of a big pie or a big slice of a small pie." As you think about what you want your business to be, don't dismiss the idea of a smaller company because it seems somehow less than what you are capable of. I, for one, think there is something to be said for owning all of a tasty little pie.

8 comments:

IA-ITB 27 Agustus 2011 pukul 01.57  

From: holid.azhari@gmail.com
Sender: Senyum-ITB@yahoogroups.com
Date: Sat, 27 Aug 2011 01:49:58 +0000
To:
ReplyTo: Senyum-ITB@yahoogroups.com
Subject: Re: [Senyum-ITB] Small is the New Big

Menarik sekali artikelnya pak, saya sempat punya pola pikir yang sama dengan mainstream big is beautifull. Tapi mungkin ukuran indonesia 2 million US $ juga sudah termasuk pers besar. Hanya technology company yang bisa mencapai level 2 million dengan 10 customer, sedangkan di indonesia rata rata yang ada adalah non technology company.

Salam
Holid Azhari M94

IA-ITB 27 Agustus 2011 pukul 01.59  

From: rama royani
Sender: Senyum-ITB@yahoogroups.com
Date: Fri, 26 Aug 2011 22:47:10 -0700 (PDT)
To:
ReplyTo: Senyum-ITB@yahoogroups.com
Subject: Re: [Senyum-ITB] Small is the New Big

Abah yang sudah malang melintang di bisnis ME (Mehanical Electrical) selama 40 tahun sih rada bingung melihat cerita ini karena bisnis ini bisa mendapatkan NPBT 25 % dan dengan 10 orang "bule", maka Expensesnya paling tidak US 200.000- 300.000 pertahun yang berarti 10 sd 15 % dari revenue nya. Jadi bisnis ini punya gross margin minimum 35-40 %...wooooow...
kalau di ME hal ini pernah kejadian ditahun 70-an tetapi kalau sekarang gross margin hanya 12.5-20% saja.
Yang margin segitu paling dibisnis pakaian, kuliner, maintenance tetapi apa bisa ya Revenue per headcountnya USD 200.000 ?
Mungkin juga ada bagusnya calon calon Entrepreneur memiliki informasi mengenai berbagai bisnis yang gross marginnya tinggi sehingga bisa dimulai dengan dana yang terbatas dan mampu berkembang dengan baik.
Sekarang ini, karena sudah bosen punya karyawan yang relatif banyak dan membuat stress, Abah juga sudah mulai berbisnis yang "kebetulan " marginnya 80 %, orangnya hanya 6 orang sehingga dengan revenue 2.5 Milyard saja sudah bisa dapat NPBT 30%. Produknya "Management Tools" dan "Personal Development Tools", tetapi sangat unik sehingga tidak mudah ditiru. Hanya saja untuk bisa menuju 2 juta dollar pertahun membutuhkan distribution channel (Business Partner) sepuluh kali lipat sekarang , butuh data base sekelas SAP dan butuh mainframe computer, artinya dengan growth 20%, 2 juta dollar baru bisa dicapai dalam 12 tahun dengan NPBT 40 %.
Pasarnya sangat besar karena ada jutaan orang setiap tahunnya membutuhkan ini di Indonesia sedangkan saat ini baru sekitar 25.000 orang pertahunnya dan saat ini sudah ada beberapa UKM yang berkembang dengan menggunakan tools ini , ada provider outbond, ada provider pelatihan calon pensiunan, ada psikoloog untuk konseling karir, ada trainer PKBL, ada Bimbel, ada konsultan manajemen , ada MDP trainer , ada LDP trainer dlsb
hayooo siapa mau ikut jadi Business Partner ??
syaratnya sederhana :
Punya passion sebagai Guru, Adviser , Management Consultant atau Motivator
Punya Jaringan calon pelanggan dan bisa meyakinkan users.

salam sukses
Abah Rama
www.abahrama.com

IA-ITB 27 Agustus 2011 pukul 01.59  

From: "Nurhasan Akbar"
Sender: Senyum-ITB@yahoogroups.com
Date: Sat, 27 Aug 2011 05:17:13 +0000
To: Senyum ITB
ReplyTo: Senyum-ITB@yahoogroups.com
Cc: ITB Solo
Subject: Re: [Senyum-ITB] Small is the New Big



Mas Holid,

Memang betul size 'small' untuk Indonesia bisa lebih kecil ya. Saya sih sebetulnya lebih concern dengan tingkat pertumbuhannya.

Saya melihat beberapa perusahaan besar di sekitar tempat kami, seperti Konimex, yang kalau tidak salah sudah dari tahun 50 an berdiri. Walaupun besar, tetapi masih seperti perusahaan keluarga saja. Mereka besar tapi terlihat nyaman. Mereka bisa seperti itu karena dikembangkan dalam kurun waktu yang cukup lama.

Di Solo saya melihat ada sebuah bank nasional yang mencoba mencapai tingkat pertumbuhan yang tinggi dalam waktu yang relatif singkat. Mereka agresif sekali membuka banyak kantor cabang di kota kami. Saya yang menjadi nasabahnya akhirnya merasa tidak terlayani dengan baik. Petugas yang biasanya melayani nasabah sekarang menjadi kepala kantor kas. Akibatnya kami tidak ada petugasnya lagi yang melayani. Manejer pemasaran berjanji akan menyiapkan petugas khusus untuk kami. Tapi sampai sekarang belum ada juga petugasnya. Akhirnya ada bank nasional lain yang membantu pembiayaan kami.

Di sini terlihat mereka tumbuh dengan cepat tetapi dalam prosesnya kurang memperhatikan pelayanan terhadap pelangggannya.

Menurut saya untuk tumbuh dengan baik suatu perusahaan perlu pasokan SDM yang memadai. Percuma kita mempunyai aset yang banyak jika tidak ada orang yang mampu memanfaatkan aset tersebut. Analoginya seperti punya truk 5 tetapi hanya ada 2 pengemudinya. Truk akhirnya kurang opimal penggunaannya.

Menurut saya oke2 saja sih jika ingin menjadi perusahaan besar.. hanya yang perlu diperhatikan adalah akselarasi pertumbuhannya masih memperhatikan pelayanan terhadap pelanggan, kemampuan karyawan dalam mendukung pertumbuhan, serta keseimbangan hidup semua stakeholder di organisasi tersebut.

Ada yang bilang semakin besar perusahaan akan semakin besar manfaatnya :)

Mudah2an berkenan.

Salam,
-akbar el82

Powered by Qomari.Com®

IA-ITB 27 Agustus 2011 pukul 02.00  

Re: [Senyum-ITB] Small is the New Big

Abah Rama ysh,

Senang bisa mendapat tanggapan dari abah, saya jadinya ikut belajar juga di sini. Alhamdulillah.

Memang semua kembali kepada tujuan kita dalam mendirikan sebuah perusahaan. Sejauh yang saya pahami.. perusahaan akan jauh lebih bertahan dalam jangka panjang jika tidak terlalu berorientasi kepada besarnya margin.

Saya sendiri cenderung untuk tidak bermargin tinggi.. yang penting volumenya bisa besar nantinya. Saya anggap CSR kalau bisa memberikan value yang tinggi dengan harga yang masuk akal.

Awalnya saya usaha asal jalan saja. Rugi jangka pendekpun okelah.. asal jangan rugi jangka panjang. Alhamdulillah dengan margin yang pas2an bisa juga kami bertahan dan tumbuh sampai saat ini.

Semua industri tentunya mempunyai standar margin. Jika misalnya kita bergerak di industri airlines yang standar marginnya sudah tertentu. Maka terlalu tinggi margin mengakibatkan harga naik dan konsekwensinya akan menurunkan daya saing. Terlalu rendah maka dikawatirkan membahayakan finansial dan bagian lainnya di perusahaan itu.

Mengenai saat awal kita sudah bisa mendapat margin yang tinggi..menurut saya itu hal yang patut disyukuri..tetapi in the long run..saya melihat saat ini tingkat kompetisinya sangat tinggi. Perusahaan dengan cepat bisa meniru perusahaan lainnya jika mereka melihat besar margin yang dihasilkan perusahaan pesaing.

Sony yang dulu terkenal inovatif dan hebat.. sekarang ternyata harus mengakui kehebatan Apple. Sony awalnya tidak terpikir akan ada perusahaan seperti Apple yang sangat kreatif itu.

Kata Steve Jobs, yang beberapa hari yang lalu turun dari jabatannya sebagai CEO Apple.. dia bilang kalau dia mendirikan perusahaan bukan karena butuh uang.. dia hanya ingin menggunakan sisa waktu hidupnya memberikan produk yang terbaik untuk umat manusia.

Hasilnya memang luar biasa..saya alhamdulillah mendapat kesempatan keliling Eropa selama sebulan beberapa waktu lalu..saya melihat kebanyakan orang di sana menggunakan produk Apple..di mana saja..kapan saja..jauh lebih sering dari saya melihat orang minum coca cola..:)

Saya melihat tujuan kita akan membantu kita untuk mencapai sesuatu yang lebih besar.

Jika kita akan memberi maka kita akan tumbuh, jika akan mengambil maka suatu saat akan berhenti juga. Sesuatu hal yang sangat mudah terbaca oleh pelanggan kita. Mereka sensitif terhadap nilai yang mereka dapatkan ternyata jauh lebih tinggi dari uang yang mereka bayarkan, atau sebaliknya.

China 'menundukkan' dunia dengan strategi low margin. Semua orang senang kalau beli produk murah serta bagus kualitasnya. Sesuatu yang fitrah sifatnya.

Jadi sejauh yang saya pahami.. penentuan berapa besarnya margin akan menentukan seberapa jauh bisnis kita bisa bertahan dan berkembang nantinya.

Tetapi tentunya selalu ada kesempatan bagi kita merubah besarnya margin sepanjang jalan.

Memang itulah permainannya..:)

Salam hormat,
-akbar el82

Powered by Qomari.Com®

IA-ITB 27 Agustus 2011 pukul 02.01  

From: holid.azhari@gmail.com
Sender: Senyum-ITB@yahoogroups.com
Date: Sat, 27 Aug 2011 05:48:11 +0000
To:
ReplyTo: Senyum-ITB@yahoogroups.com
Subject: Re: [Senyum-ITB] Small is the New Big

Terimakasih mas akbar atas pencerahannya, saya juga menangkap balance score card berperan disini, ada customer perspective, ada internal bisnis proses, ada learning and growth dan financial perspective.
Keempat perspective tersebut harus balance. Karena mau tidak mau akan saling mempengaruhi.

Kalau hanya finance mungkin dengan ekspansi revenue bisa berlipat lipat, tapi apakah pertumbuhan tersebut diimbangi dengan internal bisnis proses yang rapi dan terkontrol? Jangan jangan administrasi nya berantakan, jumlah karyawan pelaksana tidak cukup, prosedur pelayanan tidak standar dst.

Perlu di cek juga saat tumbuh tersebut apakah customer perspective tidak menurun? Terutama indeks kepuasan pelanggan, jumlah keluhan, pelanggan hilang dst.

Perlu juga di cek adakah proses pembelajaran selama growth tersebut?
Apakah man power kita bisa belajar dan beradaptasi terhadap pertumbuhan tersebut? Atau masih berkutat pada paradigma lama sehingga keteteran dengan pertumbuhan tersebut. Itu menunjukkan tidak adanya learning saat tumbuh. Agar bisa tumbuh dan berkembang finansial juga perlu kuat, berarti pelanggan harus banyak dst dst. Jadi sebetulnya semua saling berkaitan.
Kegagalan di satu sektor akan menyebabkan perusahaan gagal secara keseluruhan.

Salam
Holid Azhari M94

IA-ITB 27 Agustus 2011 pukul 02.02  

Re: [Senyum-ITB] Small is the New Big

Terimakasih Rekan Akbar dkk
Mohon ijin artikel menarik ini dan diskusinya saya copas ke website saya www.ukm-center.org ya, supaya bisa diikuti pembaca web saya yang lebih luas jangkauannya
Trims
Wassalam
Nining I Soesilo, AR76

Nining I Soesilo
Kepala UKM Center FEUI
Kampus UI Depok, 16424
phone +62217272425
Fax +6278884487
www.ukm-center.org
www.penghargaantki.org

IA-ITB 27 Agustus 2011 pukul 02.04  

From: Betti S Alisjahbana
Sender: Senyum-ITB@yahoogroups.com
Date: Sat, 27 Aug 2011 07:44:48 +0700
To:
ReplyTo: Senyum-ITB@yahoogroups.com
Cc: ITB Solo Raya; ia-itb
Subject: Re: [Senyum-ITB] Small is the New Big

Menarik Artikelnya mas Akbar. Terima kasih. Owning all of a little tasty pie memang enak ;-)

Salam hangat penuh semangat
Betti Alisjahbana
LeadershipQB.com

IA-ITB 27 Agustus 2011 pukul 02.04  

Re: [Senyum-ITB] Small is the New Big

Mbak Betti,

Terima kasih banyak untuk comment-nya.

Terus terang artikel ini ikut membantu merubah persepsi saya mengenai skala..;-)

Salam hormat untuk keluarga.

Wassalam,
-akbar el82

Powered by Qomari.Com®

Posting Komentar

Pencarian

10 Halaman Favorit

  © Blogger template On The Road by Ourblogtemplates.com 2009

Back to TOP