powered by Google

Bagaimana Cara Mengukur Kemampuan Siswa Kalau Tidak Ada Ujian Nasional?

Minggu, 21 April 2013


From: "Dhitta"
Date: Sun, 21 Apr 2013 10:07:34 -0000
Subject: [Senyum-ITB] Bagaimana Cara Mengukur Kemampuan Siswa Kalau Tidak Ada Ujian Nasional?


Bagaimana Cara Mengukur Kemampuan Siswa Kalau Tidak Ada Ujian Nasional?
Oleh Dhitta Puti Sarasvati

http://edukasi.kompasiana.com/2013/04/21/bagaimana-cara-mengukur-kemampuan-siswa-kalau-tidak-ada-ujian-nasional-553538.html

Beberapa pihak menuntut Ujian Nasional (UN) untuk dihentikan karena berbagai alasan. UN mendorong guru untuk mengajar sekadar untuk tujuan lulus ujian (teaching to the test). UN juga kurang bisa menggambarkan perkembangan kemampuan siswa selama di sekolah. Yang tidak kalah penting, UN hanya dilakukan dalam beberapa hari tapi sangat menentukan masa depan siswa.

Banyak orang yang tidak bisa membayangkan dunia persekolahan tanpa UN. Padahal, sangat mungkin, bahkan memang seharusnya. Data untuk menentukan kelulusan siswa seharusnya diambil dari serangkaian evaluasi di kelas yang disebut assessment . Assessment harus dilakukan secara berkala, khususnya di dalam proses pembelajaran di dalam kelas. Assessment adalah sebuah alat yang bisa digunakan untuk mengetahui kemampuan siswa. Ulangan harian, pekerjaan rumah (PR), termasuk contoh-contoh assessment. Namun, bentuk-bentuk assessment jauh lebih banyak daripada sekadar ulangan harian ataupun PR. Yang penting, assessment harus memenuhi salah satu prinsip dasar yakni ia harus bisa mengukur apa yang memang ingin diukur (McAlpin, 2002).

Dalam evaluasi proses belajar mengajar, apa yang perlu diukur biasanya tercantum dalam tujuan pembelajaran (learning objectives). Misalnya, siswa kelas 6 SD diharapkan dapat "mendeskripsikan perkembangan dan pertumbuhan manusia dari bayi sampai lanjut usia" (KTSP, 2006). Untuk bisa melakukan ini, guru perlu membuat kegiatan pembelajaran yang memungkinkan siswa mencapai tujuan pembelajaran di atas. Siswa bisa diminta membawa fotonya dari saat dia masih bayi (beberapa bulan), foto saat dia 1,2, 3, tahun, dan seterusnya sampai seusianya sekarang. Lalu, siswa diminta menceritakan mengenai apa yang terjadi dengan tubuhnya selama itu dan meminta mereka menebak apa yang akan terjadi saat mereka semakin tua. Kemudian, siswa diminta untuk mencari bacaan terkait perkembangan manusia dan mendiskusikannya di kelas. Saat akhir sesi mengenai topik ini siswa bisa diminta membuat sebuah gambar yang dilengkapi deskripsi tertulis mengenai perkembangan manusia. Ini merupakan salah satu contoh assessment yang bisa menunjukkan apakah siswa sudah berhasil mencapai tujuan pembelajaran.

Memang, pada dasarnya assessment tidak dapat dipisahkan dengan proses pembelajaran. Sebagai contoh, saat pelajaran IPA siswa belajar dengan membuat percobaan tertentu. Assessment bisa berupa sebuah jurnal yang berisi foto, tabel berisi data yang diperoleh dari percobaan, serta hasil analisa yang bisa ditampilkan dalam bentuk tertulis maupun dilengkapi gambar. Dalam pelajaran bahasa Indonesia, siswa belajar membaca dan mengungkapkan pendapatnya mengenai buku tersebut. Siswa dapat diminta membaca sebuah buku, lalu mendiskusikan mengenai buku tersebut dengan temannya. Untuk pembelajaran seperti ini assessment berupa tulisan siswa yang menggambarkan pendapatnya mengenai buku tersebut.

Untuk menilai karya siswa, guru bisa dibantu dengan sebuah rubrik. Rubrik adalah sebuah alat penilaian (biasanya berupa tabel) yang secara eksplisit menggambarkan apa yang diharapkan dari sebuah tugas atau karya.

Ada cara lain untuk melakukan assessment. Guru bisa membuat cek-list berisi indikator yang menggambarkan target yang harus dicapai masing-masing siswa. Indikator ini, diturunkan dari kompetensi dasar (KD) yang ada dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP, 2006). Guru menandai indikator yang telah dicapai oleh siswa.

Ada berbagai cara untuk melakukan assessment. Assessment juga bisa dirancang sedemikian rupa agar siswa tertarik mengerjakannya. Assessment memang perlu dilakukan secara berkala. Daripada menggunakan sebuah ujian nasional sebagai penentu kelulusan, siswa bisa diminta memilih karya-karya terbaiknya selama bersekolah dan mengumpulkannya dalam sebuah portfolio. Bahkan, siswa juga bisa diajarkan untuk membiasakan diri meng-assess dirinya sendiri, misalnya dengan meminta siswa menuliskan perkembangannya dalam belajar sepanjang semester.

Hasil dokumentasi assessment yang menunjukkan perkembangan belajar siswa selama belajar di sekolah menjadi bukti bahwa siswa telah belajar begitu banyak selama di sekolah. Kerja keras siswa terlihat dengan kualitas karya yang dihasilkannya. Assessment secara berkala di dalam kelas berarti kita tetap bisa mengukur kemampuan siswa, dan perkembangan belajar siswa dari waktu ke waktu, bahkan tanpa UN sekalipun. Selama proses pembelajaran di kelas berfokus pada tujuan pembelajaran, bukan sekadar menghabiskan materi dalam buku teks atau driling soal, maka assessment berkala akan jauh menunjukkan kualitas siswa daripada UN!





----------------------------------

Komentar dari Fachmy Pradifta :


Selamat siang,

Sekadar melanjutkan diskusi dan kebetulan melihat sebuah halaman yang bagus berkaitan dengan topik ini. silahkan klik link di bawah ini.

No Homework in Finland

Salam,
Fachmy S.P.
AR '04

1 comments:

IA-ITB 21 April 2013 pukul 20.39  

From: Gatut Pras



Mbak Dhitta,

Saya setuju sekali dengan pendapat ini. karena saya mengalami sendiri melihat anak saya sekolah di sekolah yang BAGUS & top (swasta), dibanding sekolah BAGUS, paling top di sekolah SMP Negeri di Surabaya.
Anak saya waktu di SD Swasta tsb, saya menilai sistem pembelajaran & evaluasinya menggunakan sistem assessment, hasilnya menurut saya terlihat bagus. Terlihat Sistemik. Tetapi, ya itu tadi HARUS mengikuti UN jika ingin melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. Sekolah tsb, rupanya memberikan pilihan kepada siswanya. tidak menutup kemungkinan masuk SMP Negeri, atau melanjutkan di SMPnya sendiri (penerimaannya tidak perlu melihat nilai UN). Tetapi ya, inilah masyarakat kita,,, yang berbau NEGERI, rasanya lebih "aman & nyaman" untuk masa depan anak2 (termasuk sampai dengan Perguruan Tingg). Mungkin kembali kepada kultur bangsa kita yang belum percaya penuh pada swasta, dan sistem yang lebih "up to date" dan kredibel.
Anak saya ketika di SMP negeri itu, selalu mengeluh dengan sistem pembelajaran di sekolah Negeri, yang paling top di Surabaya. misalnya: materi mengajar, berbeda dengan bukunya, bisa2 di soal ujian juga berbeda lagi. Acap kali, pelajaran tertentu disuruh belajar sendiri bab ini dan bab itu. Waktu jam belajar sekolah tidak disiplin (terprogram dengan baik). Sangat bergantung kepada guru atau kepala sekolahnya, mungkin karena ada acara yang tak terduga & mendadak. Seharusnya waktu pembelajaran di sekolah, ditentukan oleh materi belajarnya bukan, waktu gurunya yang mendapat brifieng/instruksi, rapat acara PKK, up grading ?. dll.dsb.

Saya kadang kala juga diskusi dengan salah satu guru, juga kepala sekolahnya soal sistem pembelajaran itu,,, yang saya terima jawaban "aneh"...:)... jika sekolah (swasta)itu, dibanding kan SMP ku,, ya lain, beda jauh. Lihat banyak lulusan SMP ku yang masuk sekolah TOP dan Perguruan Tinggi Negeri TOP di Indonesia...(jadi bukan menjawab/diskusi substansi pembelajarannya).
Okelah alhasil, anak saya masih tetap masuk ranking. Tetapi saya berusaha siapkan guru LES di rumah u/refreshing dan bagian mana dari pelajaran yang tidak mengerti.(note: pada saat di sekolah swasta tsb, tidak pernah ada LES). Meski dengan proses pembelajaran yang menurut saya tidak sistemik. Dan, sistem assesment gampang2an. Misalnya jika ada siswa2 yang remidi u/pelajaran tertentu di kelas tersebut, maka guru tersebut tinggal menambah poitn saja, dan agar "fair" yang tidak remidi mdisuaikan juga.?. Mengapa demikian ?. Rupanya guru tersebut, tidak membuat remidi karena MALAS membuat soal, waktunya mepet katanya... Ha Ha Ha.... oooh Allah. Begini salah satu gambaran pendidikan di negeri kita ini.

Sekian dulu, saya mau mulai bekerja.


GPRS/ar74

Posting Komentar

Pencarian

10 Halaman Favorit

  © Blogger template On The Road by Ourblogtemplates.com 2009

Back to TOP