powered by Google

Perbedaan pengelolaan minyak dan gas di Qatar dan Indonesia

Jumat, 25 Januari 2013


From: prihadi waluyo 
Date: Sat, 26 Jan 2013 00:02:44 +0800 (SGT)
Subject: [Senyum-ITB] FGD - Cerita Dari Qatar

 
Semoga cerita pengalaman di bawah dapat menjadi masukan pengambil keputusan di bidang minyak/energi negeri.,

Prihadi W./TI-72


From: Harry Kusna
Subject: [Yonsatu] FGD - Cerita Dari Qatar
To: yonsatu@mahawarman.net
Date: Wednesday, January 23, 2013, 2:45 PM

Tahun ini adalah tahun ke-enam saya di Qatar bekerja di sektor perminyakan, dan selama ini banyak yang saya dengar dan saya lihat tentang pengelolaan dan pelaksanaan industry migasnya.  Tidak hanya berhenti sampai disitu, saya juga mencoba membandingkannya dng bagaimana hal tsb dilakukan di negeri kita di Indonesia.  Dalam rangka menanggapi ajakan ketua Korps, Pak Priyo, untuk memberi masukkan ke group diskusi (FGD) kita, tulisan ini merupakan rangkuman dari sedikit apa yang saya ketahui yang mudah2an bisa memberikan inspirasi bagi pengembangan industri migas kita.

Sama dengan di Indonesia, Qatar-pun mempunyai Qatar Petroleum (QP),  yang merupakan State Oil Company-nya yang mengurusi para kontraktornya, seperti dulu Pertamina atau sekarang SKK-MIGAS di Negara kita.  Para kontraktornya juga beberapa ada yang beroperasi di Indonesia, seperti ExxonMobil, Total, Conoco Phillips, Shell dsb.  Tetapi ada beberapa hal yang berbeda yang mungkin bisa kita “adopt” jika hal itu lebih baik dari apa yang selama ini kita kerjakan, seperti misalnya:

1.        Pembinaan SDM local. Peraturan kepegawaian di Qatar Petroleum yang saya ambil sebagai contoh, sangat berpihak kepada pegawai local, baik dalam hal yang berkaitan dengan pembinaannya, maupun dalam hal yang berkaitan dengan remunerasinya.   Dampak positif dari hal ini adalah, posisi pegawai local menjadi sangat kuat, dan dengan posisi/dukungan yang kuat tsb, tidak ada pegawai expat berani berbuat sesuatu yg cenderung merugikan kepentingan Negara.  Sebodo-bodonya orang local, jika mereka mengetahui bahwa keputusan atau saran yang dibuat oleh expat adalah merugikan negaranya, maka tiada ampun lagi bagi si expat tsb, apapun kebangsaannya. 

Untuk beberapa hal atau tujuan, mungkin ada baiknya jika pengiriman pegawai kita ke LN oleh kontraktor MIGAS kita yang biasanya dilakukan untuk developmental assignment misalnya, ke depan lebih banyak ditujukan ke Negara lain tempat perusahaan kontraktor tsb beroperasi, daripada ke Negara asal dimana induk perusahaannya berada.   Dengan dikirim ke Negara lain, maka pegawai kita bisa mempelajari system di Negara tsb sehingga mempunyai pembanding, sedangkan jika dikirim ke induk perusahaan, maka pegawai kita hanya akan menjadi lebih familiar dengan system perusahaan tsb.

2.        Effisiensi.
Walaupun Qatar kaya dan terlihat boros, tetapi dalam beberapa hal, mereka juga mengelola bisnisnya dengan efisien, seperti terlihat misalnya dalam pengerjaan project QatarGas 1,2,3,4 -nya yang dilakukan secara bertahap.   QatarGas adalah perusahaan LNG terbesar di dunia yang berada di Qatar.  Secara garis besar,  Qatar Gas 1, 2, 3 dan 4 sahamnya dipunyai oleh beberapa perusahaan yg berbeda, seperti misalnya:
• QatarGas 1, sahamnya dipunyai oleh Qatar Petroleum, ExxonMobil, Total, Marubeni, Mitsui dengan masing2 persentasenya.
• QatarGas 2, sahamnya dipunyai oleh Qatar Petroleum dan ExxonMobil.
• QatarGas 3, dipunyai oleh Qatar Petroleum, Conoco Phillips dan Mitsui.
• QatarGas 4 dipunyai oleh Qatar Petroleum dan Royal Dutch Shell. 
Untuk pengerjaan pekerjaan2 tsb, Qatar belajar dari pengalaman2 sebelumnya ketika mereka membangun QatarGas1, 2 dst, sehingga pada akhirnya mereka membentuk Joint Asset Development Team. Mungkin kalau di kita, mirip dng JMG - Joint Mngmt Group di Gedung Patra dulu, yg menangani pemasaran gas dari Mobil, Total, Vico secara bersama2.  Bedanya, Joint Asset Team ini nampaknya lebih besar dan cakupan kerjanya lebih luas krn menyangkut pembangunan train keseluruhan, jadi ada planningnya, productionnya, engineering, finance dsb.

Ceritanya, cukup menarik, karena disana terjadi tarik ulur untuk merealisasikannya.  Setelah QatarGas 1 selesai dikerjakan, pada saat project berikutnya akan dimulai, seperti biasa, untuk project tsb, para pemegang saham telah siap dng proposalnya untuk membentuk team tersendiri, dng organisasi2nya, dan rate mereka.  Tetapi dengan keras Qatar menolak, dan meminta agar organisasi QatarGas 1 yg lama digunakan untuk juga menangani pekerjaan project baru tsb.  Jadi organisasi kerja yang lama ditarik ke QatarGas (semacam Holding Company-nya), sehingga bebas tidak terikat ke salah satu pemodal.  Manajemen Qatarpun membandingkan rate yang diajukan oleh para pemodal dng rate yg mereka sudah miliki berdasarkan pengalaman sebelumnya, dan hasilnya, harga2 yg lebih mahal dari itu ditolak.  Bandingkan dengan di kita dimana misalnya pekerjaan yang sama yang dilakukan oleh KKKS yang ber-beda2,  harganya bisa berbeda juga karena standard yg mereka pakai, rate yang mereka gunakan, ber-beda2 pula.  Tentu saja tantangan untuk Qatar pada awalnya,  karena para pemegang saham menentangnya.  Mereka khawatir hal itu akan menyebabkan pekerjaan tidak berjalan lancar.  Tetapi dng sikap Qatar yg percaya diri karena didukung oleh pemerintahnya, maka akhirnya hal tsb berhasil diputuskan dan dilaksanakan.

Akibatnya, dari segi biaya, terjadi penghematan yang cukup besar, karena penggunaan system asset bersama tsb.   Para pemegang saham/pemodal hanya menyetorkan dananya, sedangkan pekerjaan dilakukan oleh satu organisasi independent yang tidak punya interest lain.  Dampaknya ke Cost Recovery juga cukup besar.  Para pemegang saham yg tidak mau kehilangan uangnya beramai-ramai mengawasi pekerjaan yang dilakukan group independent tadi, sehingga pengawasan menjadi cukup ketat, dan pekerjaan dapat dilakukan secara hemat.

Hal ini berbeda dengan di Negara kita, dimana contohnya suatu KKKS yang selain menjadi pemodal, juga menjadi pelaksana pekerjaan, sehingga mereka bisa bermain-main di dalam Cost Recoverynya.  Memang bertambah banyak pemegang sahamnya (dng persentase yg ber-beda2 pula), maka akan bertambah pusing pembukuannya.  Tetapi dengan teknologi, hal ini bisa diatasi.

Mungkin apa yg diceritakan di Hilir - Down Stream, tidak terlalu pas jika dibandingkan dng aktifitas di Hulu - Up Stream, tetapi idea-nya saya rasa bisa ditangkap dan diadopsi di kita.

3.        Menarik Investor.
Kita tahu bahwa salah satu hal yang membuat investor tertarik adalah kemudahan dan keamanan berinvestasi. Dalam rating dari Wood Mackenzie, Qatar termasuk di dalam daftar Negara2 yang favourable untuk berinvestasi. Selama 6 tahun saya di Qatar, tidak pernah sekalipun terjadi demo, riot, atau kegaduhan yang mengakibatkan lumpuhnya kegiatan.  Pernah terjadi dua kali pemogokan buruh kontrak (pekerja kasar) dikarenakan terlambatnya penggajian oleh kontraktornya.  Tetapi persoalan  tsb segera diambil alih oleh pemerintah, dan dalam waktu beberapa jam saja, pekerjaan kembali berjalan seperti sedia kala.

Pengalaman saya berurusan dengan birokrasi Qatar adalah lurus dan mudah.  Kalau peraturannya demikian, maka hal itulah yang didapat.  Untuk Investor, Qatar menyediakan sumber energy yang berlimpah, infrastruktur yg nyaman, pengurusan birokrasi yang mudah, dan investasi yang aman.  Dengan keadaan seperti ini, pengembalian investasi menjadi lebih pasti, banyak investor menjadi tertarik, dan Qatar mempunyai posisi tawar yang tinggi terhadap investor2nya.  Selain Industri Migas yang ada di Qatar, Industri turunannyapun  banyak dibangun juga, seperti misalnya Pupuk (QAFCO – Qatar Fertilizer Company),  Petrokimia /plastic(QCHEM – Qatar Chemical),  Aluminium (QATALUM – Qatar Aluminum), Baja (Qatar Steel), dsb.

Mungkin ini saja dulu yang dapat saya sampaikan.  Jika memang ada hal2 yang bisa menginspirasi perbaikan di negeri kita, saya kira banyak diantara kami di Qatar yang bisa diajak berdiskusi untuk memberikan gambaran dan solusi yang lebih jelas.  Karena kami, para pegawai Indonesia bekerja di berbagai bidang dan di berbagai perusahaan/instansi di Qatar, maka sedikit banyak, kami mengetahui arah pembangunan Qatar ke depan, bagaimana kebutuhan Qatar untuk itu, dan kalau kita ingin turut mendapatkan kue pembangunannya, mungkin kita juga bisa berdiskusi tentang apa saja yang harus kita siapkan.  Sampai sekarang Qatar kesulitan mendapatkan tenaga berpengalaman di dalam mengoperasikan train2 gasnya, dan mungkin fasilitas gas kita di Arun dapat menjadi balai latihan kerja untuk tenaga2 muda kita agar dapat bersaing di dunia International. Semoga ke depan kita bisa lebih banyak meng-export tenaga2 kerja terdidik daripada tenaga kerja tidak terdidik.  Semoga kita juga bisa mengurangi jumlah tenaga kerja wanita tidak terdidik yang terpaksa mencari kehidupan di negeri orang dengan segala resikonya.  Amin.
 
Wassalam,
Harry Kusna – E10
Sent from my BlackBerry® smartphone from Qtel

0 comments:

Posting Komentar

Pencarian

10 Halaman Favorit

  © Blogger template On The Road by Ourblogtemplates.com 2009

Back to TOP