Kalau mendengar kata “Montessori”, kita mungkin akan teringat akan sekolah Montessori. Di Jakarta ada beberapa sekolah Montessori, biasanya tergolong cukup mahal. Selain fasilitas belajar yang memadai, metode Montessori memang terkenal cukup unik. Berbeda dari sekolah-sekolah pada umumnya.
Di sekolah Montessori , sebuah kelas terdiri dari siswa yang usianya berbeda (mixed-aged classroom). Kelas Montessori dibagi menjadi kelas untuk siswa usia 3 – 6 tahun, 6 – 9 tahun, dan 9 – 12 tahun (rentang usia siswa dalam sebuah kelas masing-masing 3 tahun). Tujuannya adalah agar siswa merasakan menjadi yang paling muda, ditengah, dan yang paling tua. Dengan begitu, setiap siswa memiliki pengalaman belajar bersama anak yang berbeda umur. Siswa yang tua ikut bertanggung jawab membimbing anak-anak yang lebih muda. Yang muda ikut belajar dari siswa yang lebih tua. Semua siswa akan punya pengalaman merasa pernah dipimpin dan juga merasa memimpin.
Di kelas Montessori, 80 % kegiatannya adalah belajar secara mandiri. Guru tidak mengajar di depan kelas seperti kelas lainnya. Biasanya di sekolah Montessori, kelas terdiri dari meja-meja. Siswa duduk di meja-meja tersebut belajar sesuatu tapi setiap meja (atau bahkan setiap siswa) bisa mempunya kegiatan yang berbeda-beda. Di satu meja seorang anak sedang menyusun jigsaw, tapi di meja lain mungkin ada anak yang belajar membaca (mirip seperti cerita Toto Chan : Gadis Cilik di Pinggir Jendela karya Tetsuko Kuroyanagi). Guru berkeliling dari satu meja ke meja yang lain, membimbing anak bila diperlukan. Meskipun ada sejumlah kegiatan belajar yang perlu dipelajari anak dalam sehari (misalnya membaca, berhitung, dan sebagainya), anak pun bisa memilih mau belajar apa terlebih dahulu. Setelah menyelesaikan satu kegiatan, anak bisa beralih mengerjakan kegiatan yang lain. Mau mengintip kelas Montessori? Bisa dilihat di sini :
Montessori memungkinkan setiap anak belajar secara mandiri karena biasanya sekolah-sekolah Montessori dilengkapi dengan berbagai alat bantu belajar (manipulatives) yang dirancang secara seksama sehingga memungkinkan anak belajar secara mandiri melalui berbagai kegiatan hands-on. Berbagai jigsaw, balok, dan alat bantu belajar lainnya disediakan bagi siswa.
Sebagai seorang pengajar matematika, saya sering merasa alat bantu belajar Montessorikeren-keren karena memungkinkan anak belajar berbagai konsep matematika secara mandiri. Kadang saya terinspirasi untuk mengadopsi beberapa alat bantu belajar yang digunakan disekolah Montessori dan membuat alat bantu belajar sendiri.
Metode dan berbagai alat bantu belajar Montessori memang menarik. Namun, bagi saya yang paling menarik adalah kisah dibalik berdirinya sekolah Montessori. Siapakah Maria Montessori? Apa yang membuatnya menemukan metode Montessori? Sekolah seperti apa yang dia dirikan? Untuk siapa sekolah tersebut didirikan?
Siapakah Maria Montessori?
Maria Montessori (1870 -1952) adalah seorang perempuan yang memiliki berbagai minat. Meskipun tidak disetujui ayahnya, pada usia 13 dia masuk sekolah kejuruan untuk belajar teknik. Setelah belajar teknik selama 7 tahun, minatnya mulai berubah. Montessori mulai tertarik pada ilmu kedokteran dan memilih untuk belajar psikiatri di University of Rome. Dia lulus dan menjadi perempuan pertama di Italia yang lulus dari sekolah kedokteran.
Pekerjaan pertama Montessori adalah mengurus anak-anak di sebuah rumah sakit jiwa(mental asylum). Di sana dia bertanggung jawab untuk mengurus kesehatan anak-anak yang memiliki keterbelakangan mental. Dia mengukur berat dan tinggi badan anak-anak tersebut dan memastikan bahwa mereka tercukupi kebutuhan gizinya.
Suatu siang, Montessori memperhatikan bahwa anak-anak sedang memainkan roti, yang seharusnya menjadi santapan makan siang. Mereka memainkan roti dengan menggulung-gulungnya (seperti anak memainkan lilin mainan/play dough). Muncullah gagasan, bahwa apabila anak-anak memiliki sesuatu untuk dimainkan (dimanipulasi) maka mereka bisa mengembangkan keterampilan (berpikirnya).
Dia pun mulai mengembangkan berbagai alat bantu belajar yang memungkinkan anak belajar secara mandiri. Sampai sekarang alat bantu belajar yang dikembangkan Montessori masih sering digunakan di berbagai sekolah (meskipun ada yang dimodifikasi). Pengalamannya belajar teknik memudahkannya dalam mendesain dan membuat berbagai alat bantu belajar. Montessori mengujicobakan alat-alat bantu belajar yang dibuatkan kepada anak-anak di rumah sakit jiwa tersebut. Ternyata anak-anak mengalami perkembangan dalam belajar.
Iseng-iseng Montessori mengikutsertakan beberapa anak-anak tersebut dalam ujian negara. Ternyata kemampuan anak-anak tersebut tak berbeda jauh, atau bahkan di atas anak-anak yang tidak memiliki kebutuhan khusus. “Kalau metode tersebut berhasil untuk anak-anak berkebutuhan khusus, bagaimana kalau diterapkan untuk anak-anak lain?” pikir Montessori.
Montessori pun mulai memikirkan untuk mendirikan sekolah umum, sehingga metode Montessori bisa dirasakan oleh anak-anak lainnya.
Sekolah Montessori pertama di La Casa De Bambini, Roma, Italia.
Pada awal abad ke-20, La Casa De Bambini adalah salah satu daerah paling miskin dan kumuh di Roma, Italia. Dalam sebuah pidato DI Roma (1942), Montessori menggambarkan daerah tersebut sebagai daerah yang diabaikan. Ribuan orang yang tidak memiliki rumah tinggal di antara reruntuhan tembok yang ada di daerah sana. Orang-orang tersebut adalah para pengemis, dan juga para pelaku kriminal seperti perampok dan pembunuh. Suasana di sana tidak aman sehingga banyak orang yang takut mendekati daerah tersebut. Daerah tersebut dijuluki sebagai the shame of Italy (daerah Italia yang memalukan).
Di daerah yang terabaikan tersebut, pada 6 Januari 1907, Maria Montessori mendirikan sekolah Montessori yang pertama. Montessori percaya bahwa anak-anak di sekolah tersebut akan menjadi masa depan umat manusia.
Perkembangan Sekolah Montessori di Italia dan di Dunia
Pada mulanya pendirian sekolah Montessori didukung oleh Benito Mussolini, pemimpin di Italia pada saat itu. Benito Mussolini ikut mempromosikan sekolah Montessori sehingga tahun 1924 ada banyak sekolah Montesori di berbagai daerah di Italia. Juni 1926, Mussolini menyumbang 10,000 lire dari kantongnya sendiri untuk mendukung Komunitas Montessori di Italia. Montessori juga diberikan kebebasan untuk merancang dan membimbing program pelatihan guru di Milan. Selama 6 bulan guru-guru dilatih secara intensif untuk belajar mengenai metode Montessori.
Montessori mulai berkeliling dunia untuk memberikan beberapa kuliah sehingga metodenya mulai dikenal luas. Tahun 1915, misalnya Montessori diundang oleh Alexander Graham Bell, Thomas Edison untuk memberikan kuliah di Carnegie Hall.
Antara tahun 1920-1930 Montessori banyak melakukan tur untuk menyebarkan pandangannya. Meskipun metode Montessori mulai dikenal di berbagai negara khususnya di Eropa dan Amerika Serikat, di negara asalnya – Italia, metode Montessori mulai ditolak.
Mussolini mulai menyadari bahwa filosofi yang dipegang oleh Montessori bertentangan dengan pandangannya. Montessori percaya bahwa anak-anak harus belajar menjadi warga dunia. Anak-anak juga perlu diajak untu belajar berpikir bebas, menjadi mandiri, menjadi kreatif, hidup dalam harmoni, sekaligus mencintai kedamaian.
Mussolini sebaliknya, dia hanya ingin anak-anak Italia belajar mengenai Italia, dan bukan mengenai dunia. Tahun 1929 pemerintah Italia mulai melarang pendirian sekolah-sekolah Montesori mulai dilarang oleh pemerintah Italia. Tahun 1934 semua sekolah Montessori ditutup paksa oleh Mussolini.
Tahun 1936 Montessori pun meninggalkan Italia dan menetap di Belanda. Di Belanda beberapa metode Montessori diadopsi dan diintegrasikan di sistem sekolah publik. Di negara-negara lain, sekolah-sekolah Montessori mulai berkembang, termasuk di Indonesia.
Karena metode belajarnya yang memikat, beberapa orang tua yang mampu rela untuk membayar mahal untuk menyekolahkan anaknya di sekolah Montessori. Tapi sekolah Montessori sebenarnya bukan sekadar mengenai metode belajar yang menarik. Di balikpendirian sekolah Montessori ada sejarah yang panjang. Sekolah tersebut awalnya berkembang karenaperhatian Montessori pada semua anak-anak, khususnya mereka yang terbelakang secara mental dan juga kekurangan secara materi. Sekolah tersebut juga didasari oleh cita-cita Montessori mendidik anak-anak menjadi warga dunia. Pemimpin-pemimpin yang juga menciptakan perdamaian bagi seluruh umat manusia.
Sumber: mahkotalima.blogspot.com