Serunya Musim Gugur di Perancis
Minggu, 6 November 2011 | 16:17 WIB
DINI KUSMANA MASSABUAUChateau de Chenonceau di daerah Loire
KOMPAS.com - Musim yang ditandai dengan berjatuhannya dedaunan ini, di Perancis musim gugur dimulai dari tanggal 21 September dan berakhir empat hari sebelum perayaan natal. Musim gugur bagi saya sangat spesial, apalagi dinikmati di kota saya, Montpellier, yang berada di belahan selatan Perancis. Di sini suhu udara lebih hangat dibandingkan daerah lainnya di negara Perancis.
Udara panas mulai terasa sejuk dan semakin dingin dengan bergesernya hari. Pepohonan mulai berwarna kekuningan dan burung-burung bagaikan sebuah pesta layang-layang mengisi langit bertebaran melintasi awan mengepakan sayapnya untuk berimigrasi ke daerah panas.
Memasuki pertengahan bulan oktober, warna dari batang pohon semakin menua. Lembaran daun yang menguning, mulai melepaskan dirinya dari ranting, berjatuhan, berserakan, menumpuk tebal, terasa empuk saat badan direbahkan di atasnya. Udara pun semakin mengigit kulit.
Saya yang hidup di daerah dekat pantai, merasa beruntung karena dapat menikmati keindahan alam ini. Dengan keramahan matahari yang masih mau berakraban memberikan sinar dan kehangatannya.
Di musim gugur, jam di beberapa wilayah Eropa juga ikut berganti. Pada musim panas, waktu digeserkan satu jam lebih awal dari biasanya untuk tujuan penghematan energi listrik.
Nah di akhir minggu bulan oktober, jam dikembalikan pada waktu normalnya. Ini membuat, kami yang berada di Eropa mendapatkan istilahnya, satu jam lebih dalam satu hari. Lucunya kebanyakan waktu lebih itu dipakai orang untuk menambah jam tidur.
Meskipun masa yang tiga bulan ini istimewa bagi saya, namun musim gugur juga sering disinggahi oleh datangnya hujan. Pada musim inilah, istilah "sedia payung sebelum hujan" berlaku. Udara kering yang sejuk bisa berubah secara mendadak menjadi gelap dan air mengguyur dari langit tanpa ampun.
Akhir bulan Oktober dan November, banjir di beberapa bagian Perancis kadang mengisi berita media lumayan sering. Bagi saya, air yang terguyur bagaikan alam yang haus karena selama tiga bulan terserang dengan panasnya matahari di kala musim panas.
Menjelang akhir bulan Oktober hingga awal bulan berikutnya, adalah hari liburan sekolah. Di Perancis dinamakan liburan Toussaint. Perayaan umat Katolik dalam rangka memperingati para Santa atau orang suci.
Perayaan ini dipakai juga sebagai hari ziarah. Maka pada hari minggu perayaan hari suci Kristiani ini, bunga seruni atau krisantemum akan banyak diperdagangkan karena merupakan simbol bagi pelayat untuk meletakan rangkaian kembang berwarna-warni itu di atas makam.
Tahun ini, liburan Toussaint, kami gunakan selama tiga hari untuk berlibur ke daerah Blois. Daerah yang pernah kami kunjungi tahun lalu di musim panas, dan juga saya tuliskan dalam rubrik ini.
Bila dulu kami datang saat matahari sedang bersinar dengan gaharnya. Kini kedatangan kami ke daerah yang kaya akan kastil kerajaannya adalah di saat udara dingin dan warna cokelat kekuningan begitu terasa dibandingakan daerah Perancis selatan.
Blois yang berada di bagian tengah Perancis ini, kami kunjungi karena tergiur dengan cerita beberapa kenalan yang sengaja datang menikmati keindahan alamnya di musim gugur. Mereka menyatakan melewati musim ini sangat cemerlang bila dihabiskan di daerah yang kaya dengan seni budaya dan sejarahnya.
Dalam perjalanan terasa sekali perubahan baik dari suhu dan juga pemandangannya. Saat kami berangkat suhu di Montpellier menunjukan 24°C. Semakin menuju ke arah Blois yang berada di daerah Loir-et-Cher, udara semakin menurun. Saat kami tiba termometer dalam mobil menunjukan angka 15°C.
Alam yang menyajikan pertunjukan bagi mata juga terdiri dari warna hijau dan coklat. Dua warna yang terasa ajaib karena begitu corak dalam ketuaan dan kemudaan. Hijau tua, memuda, menguning dan menjadi coklat muda lalu coklat kehitaman. Bagaikan karpet ditenun dengan berbagai warna benang.
Penginapan yang kami pilih juga tempat peristirahatan tahun lalu, yaitu Le Moulain du Bas Pezé, berhubung liburan terakhir di musim panas lalu kami sangat menikmatinya. Sebab, chambres d'hotes itu sangat unik maka kami kembali menghabiskan beberapa malam di tempat ini. Dulunya, ini adalah bekas kincir air.
Hal yang unik dari hotel kecil ini adalah rumah antik yang memiliki tanah sangat luas, yaitu empat hektar. Tambahan lagi berbagai ternak yang dipelihara pemilik penginapan. Selain itu, adanya sungai yang mengalir dari penginapan untuk menjalankan kincir air, sehingga kita bisa nikmati dengan perahu kecil.
Saat mengunjungi daerah ini, tentu tujuannya adalah wisata kastil. Ratusan istana kecil hingga megah membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk didatangai. Satu kastil kecil memakan waktu setengah hari, jadi istana besar ya tentunya satu harian.
Jumlah waktu itu sudah termasuk lamanya perjalanan menuju sebuah bangunan kediaman para bangsawan. Karena jarak satu istana dengan yang lainnya lumayan, dari belasan hingga puluhan kilometer.
Jarak yang ditempuh dengan kendaraan, tak mungkin membuat mata mengantuk karena menyaksikan bagaimana sebuah lukisan nyata terpajang lewat kaca mobil. Kadang dalam perjalanan saya melihat dedaunan kuning yang berterbangan tertiup oleh angin bagaikan menari.
Lalu kastil kecil terlintas dari pandangan, membuat pertanyaan, siapakah pemiliknya? Masih ditempatikah istana mungil tersebut? Keturunan bangsawan manakah yang dulunya berada di kediaman itu.
Udara dingin, dengan langit sayu, sedikit abu-abu, terkadang sinar matahari mengintip, ciri khas dari musim gugur. Namun di daerah ini, suasananya terasa berbeda. Kabut tebal berjalan lalu menipis. Padang rumput terlihat basah, padahal tak hujan. Batang pohon bagaikan lembab dan meretak.
Melihat sapi gemuk berkerumun memamah rumput membuat saya menerka, pasti para hewan ternak itu nafsu sekali makannya. Karena rumput hijau yang dikunyahnya masih segar oleh basahan embun.
Dua kastil kami menjadi incaran dalam liburan musim gugur ini. Satunya kastil kecil bernama Talcy dan yang kedua istana besar bernama Château de Chenonceau. Di kastil Talcy, yang menarik adalah tamannya yang hingga kini masih dipakai sebagai kebun sayur dan buah.
Pengunjung dengan bebas bisa memetik hasil panen secara gratis. Saat kami datang, sedang panen buah apel dan pir. Ditanam secara alami, tak ada bahan kimia dalam perawatannya.
Saya meminta kantung kepada pegawai kastil untuk memungut buah-buahan. Tak tanggung-tanggung, kantung yang diberikan begitu besar. Tentu saja, buah apel dan pir langsung kami petik. Berbagai jenis apel ditanam di sini.
Saat saya mencicipi sebuah apel mini berwarna merah, amboi manis sekali rasanya. Jenis apel lainnya kami petik untuk dibuat selai. Para pengunjung lainnya juga ikutan sibuk keasikan memanen, serasa kami inilah pemilik kebun istana.
Keesokan harinya, kami mengunjungi kastil Chenonceau. Begitu memasuki halaman parkir, mobil wisata terlihat memenuhi halaman. Turis dari mancanegara juga memadati jalan masuk menuju tempat wisata ini. Sebelum menuju Château de Chenonceau, sebuah taman labirin seluas sekitar 1500 meter persegi, tak boleh terlewatkan. Kita dapat mencoba menemukan jalan keluar dari taman labirin ini dari lima jalan masuk.
Kastil Chenonceau, merupakan peninggalan penting dan istimewa dari segi konsep pembangunannya yang unik, koleksi karya seni dan dekorasi serta perabotannya yang hingga kini masih terjaga keasliannya. Istana ini juga dikenal sebagai kastil femina, karena dikuasai secara generasi oleh wanita. Salah satunya yang tersohor adalah Catherine de Médicis.
Di Château de Chenonceau, setiap kamarnya selalu terhias oleh rangkaian bunga. Memasuki lima kamar ratu, melihat ruang tamu Louis ke 14, ruang kerja hijau pribadi milik Catherine Médicis, melintasi dapur yang berada di atas jembatan istana, langkah demi langkah melewati setiap ruangan di istana yang dibangun tahun 1513 ini. Bagaikan membawa kita melalui sejarah, mimpi dan rahasia.
Salah satu yang pantas diacungkan jempol di tempat wisata ini adalah, kelengkapan fasilitas pemandu. Bagi wartawan, akses masuk ke berbagai ruangan dan pengambilan foto diperbolehkan. Alat pemandu yang diberikan juga sangat canggih, berupa iPhone dan iPad. Tentu saja pengunjung lainnya bisa menyewa dua alat elektronik pemandu itu.
Panduan yang diberikan juga sangat lengkap, menambah kekayaan kita dalam ilmu sejarah. Anak-anak yang biasanya rewel bila diajak berkunjung ke tempat wisata seperti ini tak akan bosan, karena seluruh ruangan dengan isinya masih terjaga begitu memukau, membuat kita tak akan kehabisan pandangan dalam menyibak setiap rinci dari dekorasi yang terpajang.
Bila hati dan mata telah puas terbawa dalam kenangan para kekaisaran, jangan terlupakan melewati taman dan kebun sekitar kastil ini. Melihat sungai yang mengalir, dengan ikan besar-besar membuat anak-anak menunjuk seru.
Lalu menyusuri jalan setapak, melihat bagaimana musim gugur terhias indah, merasakan kesejukan angin yang kadang membuat badan sedikit mengigil. Lalu cobalah merebahkan tubuh di atas karpet alami berupa tumpukan dari serakan dedaunan yang berjatuhan di musim gugur.
--------------------------------------
Video:
Autumn Leaves (Les Feuilles Mortes)
Read more...