Yu Sing, Pelopor Gerakan Arsitek Rumah Murah Indonesia
Dalam Sekejap Langsung Dapat 80 Klien
Kamis, 01 Agustus 2013 , 06:44:00
ARSITEK UNIK: Yu Sing di depan Studio Akanoma, kawasan Padalarang, Kabupaten Bandung Barat. F-AHMAD BAIDHOWI/JAWA POS
Arsitektur identik dengan kesan bangunan megah, mewah, dan mahal.
Tapi, di tangan Yu Sing, rumah dengan desain arsitektur nan indah bisa
dijangkau dengan harga yang murah.
AHMAD BAIDHOWI, Jakarta
NUANSA alam terasa begitu kental di
ruangan 8 x 10 meter itu. Kayu dan bambu tampak mendominasi bagian atap,
dinding, lantai, hingga perabotan di dalamnya. Letak jendela dan
ventilasi yang apik seolah mempersilakan cahaya dari luar masuk
menerangi ruangan tanpa harus menyalakan lampu. Begitu pula angin
semilir yang menyelusup di celah-celah bilik bambu, menyejukkan ruangan
tak ber-AC itu.
Di luar, dedaunan dan batang bambu menari dibelai angin. "Mestinya semua
rumah bisa menghadirkan sensasi seperti ini," ujar Yu Sing saat ditemui
Jawa Pos Rabu pekan lalu (24/7).
Itulah gambaran kantor Studio Akanoma yang dikelilingi kebun bambu.
Letaknya agak terpencil. Dari jalan aspal di Kecamatan Padalarang,
Kabupaten Bandung Barat, masih masuk sekitar 1,5 kilometer melalui jalan
pedesaan. Lalu naik ke perbukitan.
Akanoma adalah singkatan dari Akar dan Anomali. Akar merujuk pada makna
potensi alam dan persoalan mendasar yang dihadapi manusia. Anomali
menggambarkan sosoknya yang tidak ingin larut dalam arus besar
(mainstream) dunia arsitektur.
Di tempat itulah pria kelahiran Bandung, 5 Juli 1976, tersebut memupuk
idealismenya sebagai seorang arsitek. Idealisme itu tumbuh dan
berkembang, membuahkan berbagai program seperti Desain Rumah Murah dan
Papan untuk Semua.
Yu Sing mengakui, setelah menimba ilmu arsitektur di Institut Teknologi
Bandung (ITB) dan lulus pada 1999, dirinya sempat menjadi bagian dari
"arsitek biasa" yang memenuhi order klien tentang desain rumah atau
bangunan yang diinginkan. Ketika itu, saat krisis moneter, profesi
arsitek seakan meredup seiring dengan terpuruknya sektor properti.
"Saat itu banyak arsitek di-PHK developer (perusahaan pengembang
properti, Red). Bersama seorang teman yang juga baru lulus kuliah, saya
memutuskan untuk merintis usaha konsultan arsitek sendiri. Kantornya
kami namai Genesis. Tapi, tidak lama setelah itu, teman saya kerja di
Singapura. Sehingga saya sendirian mengurus Genesis yang menjadi cikal
bakal Akanoma," kenangnya.
Pengalamannya mendesain rumah murah dimulai ketika dia membangun rumah
sendiri pada 2004 di Cimahi, Bandung. Ketika itu suami Jane Tanggalung
tersebut memimpikan rumah yang asyik untuk ditinggali, ramah lingkungan
atau green building (hemat energi, hemat penggunaan bahan kimia seperti
cat), serta memanfaatkan banyak unsur alam seperti kayu dan materi daur
ulang semisal pecahan marmer maupun keramik bekas.
Melalui perenungan dan olah kreasi, terwujudlah rumah dua lantai dengan
luas bangunan sekitar 100 meter persegi di atas lahan 136 meter persegi.
Total biaya pembangunan rumah itu sekitar Rp 180 juta. Hasil yang
memuaskan membuat orang tuanya juga ingin dibuatkan rumah dengan konsep
yang sama. "Saat itu saya makin yakin, dengan memanfaatkan potensi dan
bahan-bahan dari alam, rumah murah dengan desain menarik bisa
diwujudkan," ucapnya.
Setelah itu, daya kreasi dan imajinasi Yu Sing terus mengeksplorasi
desain-desain untuk rumah dengan biaya terjangkau alias rumah murah. Dia
pun lantas menawarkan konsepnya kepada beberapa perusahaan pengembang
dan calon klien. Namun, idenya yang di luar mainstream tersebut
membuatnya tidak mudah diterima.
Mimpi Yu Sing awalnya sederhana: setiap tahun bisa membuat lima desain
rumah murah untuk masyarakat dengan uang pas-pasan yang ingin membangun
rumah. "Jika saya dianugerahi umur panjang, misalnya 20 tahun ke depan,
setidaknya saya bisa membantu membuatkan seratus desain rumah murah.
Paling tidak, itulah sumbangsih saya dalam memasyarakatkan arsitektur,"
ucapnya.
Ayah Arga Kaleb Prabhaswara tersebut mengakui, selama ini dunia
arsitektur seolah dijauhkan dari masyarakat kurang mampu. Seolah
arsitektur hanya dimonopoli orang-orang kaya yang ingin membangun rumah
mewah dan bangunan megah.
Rupanya, kondisi itu memiliki efek yang tidak sepele. Karena mayoritas
masyarakat Indonesia adalah kelompok kelas menengah dan bawah yang tidak
mampu menjangkau biaya jasa arsitektur, rumah-rumah mereka dibangun
seadanya, tanpa desain arsitektur yang sehat dan enak dilihat.
Akibatnya, wajah fisik sebuah kota atau suatu wilayah menjadi tidak
sedap dipandang, menghadirkan suasana sumpek dan muram.
"Bayangkan kalau rumah-rumah itu dibangun dengan arsitektur dan
perencanaan yang baik, tidak harus mahal, pasti wajah kota menjadi lebih
tertata dan enak dilihat. Masyarakat yang tinggal di situ pun bisa
bangga dengan rumahnya dan lebih peduli merawat lingkungannya," tutur
dia.
Ide tersebut terus disuarakannya, baik di lingkungan para arsitek yang
tergabung dalam Asosiasi Arsitek Indonesia (AIA) maupun perkumpulan
lainnya. Namun, ide itu jadi perbincangan ramai setelah pada 2007 Yu
Sing menulis opini di sebuah harian ibu kota. Opini tersebut berisi
tentang pentingnya desain arsitektur bagi masyarakat kurang mampu. Dalam
artikel itu, dia juga menyatakan kesediaannya untuk membantu
mendesainkan rumah murah bagi siapa yang membutuhkan jasanya.
Undangannya langsung mendapatkan respons dari 80 orang yang ingin
digambarkan arsitektur rumah murahnya. Kebanyakan calon pengantin atau
keluarga muda yang ingin membangun rumah, namun dananya terbatas. Tapi,
ada pula yang sudah memiliki rumah dan ingin merenovasinya.
Mereka berasal dari berbagai kota di Indonesia, mulai Aceh, Pekanbaru,
Jakarta, hingga Papua. Profesi mereka beragam. "Ada karyawan swasta,
buruh, guru, PNS, dan polisi. Ada pula pekerja perkebunan karet di
Sumatera yang untuk mengirim e-mail saja harus pergi jauh ke warnet dan
meminta tolong penjaga warnet untuk membantunya mengirim e-mail,"
ceritanya sambil geleng-geleng kepala.
Dengan tekun Yu Sing membalas surat elektronik yang masuk itu satu per
satu. Sebelum mendesain rumah, dia meminta beberapa data teknis.
Misalnya luas tanah, luas bangunan yang diinginkan, serta posisi tanah
(arah mata angin). Juga data nonteknis seperti jumlah keluarga,
pekerjaan, hobi anggota keluarga, hingga adakah filosofi daerah yang
ingin dimunculkan dalam desain rumahnya.
Begitu mendapatkan data, Yu Sing mulai bekerja. Hasil desain lantas
di-e-mail balik ke para pengirim. Beberapa rumah akhirnya berdiri dengan
desain arsitekturnya. Tapi, ada pula yang belum terwujud karena dananya
belum cukup.
Puluhan desain itulah yang kemudian dituangkannya dalam buku Mimpi Rumah
Murah. Dalam buku tersebut dia menukilkan delapan desain rumah dengan
konsep yang berbeda-beda. Yakni Rumah Daur Ulang, Rumah Perpaduan
Tradisi Lokal dan Masa Kini, Rumah Mimpi Buruk dan Mimpi Indah, Rumah
Publik, Rumah Liburan, Rumah Cinta Segi Tiga (Hobi, Pekerjaan, dan Jalan
Hidup), Rumah 700 Pohon, serta Rumah Desa.
Namun, pengalaman mendesain rumah murah itu ternyata kerap membawa
konsekuensi di kemudian hari. Sebab, banyak masyarakat kurang mampu yang
akhirnya kebingungan menyelesaikan rumahnya. Maka, selain membantu
desain rumah murah, Yu Sing tidak jarang merogoh koceknya untuk membantu
biaya pembangunan rumah kliennya. Dia pun menggandeng beberapa rekannya
untuk menggalang dana dengan skema crowd funding, salah satunya melalui
komunitas wujudkan.com.
"Salah satunya di Dago (Bandung), ada rumah yang sudah tua, mau roboh,
kami desain ulang, lalu dibangun dengan dana Rp 27 juta," kisahnya.
Program filantropi semacam itu lantas berlanjut melalui aksi Papan untuk
Semua. Bukan hanya itu, Yu Sing juga aktif dalam kegiatan Habitat for
Humanity, sebuah lembaga nirlaba internasional yang membantu masyarakat
kurang mampu untuk memiliki atau memperbaiki rumah dengan sistem
menabung secara berkelompok. Di Indonesia lembaga ini mengusung slogan
"Good Design for Everyone".
Ketika diundang sebagai pembicara di forum seminar atau diskusi kampus,
Yu Sing juga selalu menyebarkan virus kepada para arsitek muda agar
lebih peduli kepada masyarakat kurang mampu. Hasilnya, kini muncul
arsitek-arsitek muda di beberapa kampus yang membentuk jaringan advokasi
desain rumah murah di wilayah masing-masing.
Dengan perhatiannya yang begitu besar pada desain rumah murah, apakah
usaha jasa konsultan Yu Sing meredup" Tidak juga. Saat ini, dengan
dibantu empat staf di Studio Akanoma, Yu Sing bisa mendapatkan hingga 20
proyek desain dari klien-klien besar setiap tahun. "Kami hanya bisa
bersyukur," ujar arsitek dengan karakter unik tersebut. (*/c9/ari)
Read more...